Otomotif

Tonggak Modernisasi Transportasi: Mengungkap Kisah Jalur Kereta Api Pertama di Pulau Jawa

Advertisement

Sejarah perkeretaapian di Pulau Jawa dimulai dari sebuah proyek ambisius pemerintah kolonial Hindia Belanda pada abad ke-19. Proyek ini bertujuan menghubungkan Semarang dengan kawasan pedalaman, menandai era baru transportasi darat di Nusantara.

Menurut buku Seri Transportasi: Kereta Api karya Neny Aggraeni, S., pembangunan jalur pertama di Jawa menjadi tonggak modernisasi transportasi darat di Nusantara karena mampu mengangkut hasil bumi lebih cepat dan efisien dibanding kereta kuda atau gerobak.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Gagasan Awal dan Konsesi Pembangunan

Ide pembangunan jalur kereta api di Jawa sebenarnya sudah muncul sejak tahun 1840-an. Saat itu, insinyur militer Kolonel J.H.R. van der Wijck mengusulkan jalur yang membentang dari Surabaya hingga Batavia, melintasi Surakarta, Yogyakarta, dan Bandung.

Namun, konsesi resmi baru diberikan pada tahun 1862 kepada perusahaan swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). NISM mendapat tugas membangun jalur Semarang–Solo–Yogyakarta, lengkap dengan cabang Kedungjati–Ambarawa.

Jurnal bertajak Kuasa Ekonomi Masa Kolonial Belanda yang diterbitkan Balai Arkeologi menyebut bahwa tujuan utama jalur ini adalah mempermudah pengangkutan gula, kopi, dan hasil perkebunan lain dari pedalaman menuju Pelabuhan Semarang.

Pembangunan Ruas Semarang–Tanggung Dimulai

Pembangunan fisik jalur kereta api pertama di Pulau Jawa secara resmi dimulai pada 17 Juni 1864. Lokasi pencangkulan pertama berada di Desa Kemijen, Semarang, yang dilakukan langsung oleh Gubernur Jenderal J.A.J. Baron Sloet van den Beele.

Kemdikbud dalam buku Yogyakarta dari Hutan Beringan ke Ibu Kota Daerah Istimewa memberitahukan bahwa NISM mendapat tugas membangun ruas awal Semarang–Tanggung sepanjang sekitar 25–26 km, dengan beberapa stasiun kecil seperti Brumbung dan Alastua. Setelah tiga tahun pengerjaan, pada 10 Agustus 1867, jalur Semarang (Kemijen)–Tanggung resmi dibuka untuk umum. Ini menjadikannya jalur kereta api pertama yang beroperasi di Hindia Belanda.

Fungsi Ekonomi dan Militer yang Strategis

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan menegaskan bahwa jalur Semarang–Vorstenlanden dirancang untuk memenuhi dua kepentingan, yakni ekonomi dan militer. Secara ekonomi, kehadiran kereta api memangkas waktu tempuh angkutan hasil bumi dari daerah Vorstenlanden (Solo–Yogyakarta) menuju Pelabuhan Semarang. Hal ini secara signifikan meningkatkan volume ekspor dan keuntungan bagi perusahaan gula Belanda.

Sementara itu, dari aspek militer, cabang jalur Kedungjati–Ambarawa menghubungkan garnisun penting di Ambarawa. Koneksi ini memudahkan mobilisasi pasukan dan logistik, terutama jika terjadi pemberontakan di wilayah pedalaman.

Advertisement

Dalam buku Explore Sejarah Indonesia Jilid 3 untuk SMA/MA oleh Dr. Abdurakhman dan Arif Pradono dijelaskan bahwa jalur ini menjadi tulang punggung jaringan kereta api di Jawa, yang kemudian diperluas oleh Staatsspoorwegen (SS) dengan rute Surabaya–Pasuruan–Malang mulai 1875.

Dampak Sosial dan Modernitas

Kehadiran jalur kereta api pertama di Jawa membawa perubahan signifikan pada kota-kota yang dilaluinya. Di sekitar stasiun, muncul pusat-pusat aktivitas baru seperti pasar, kantor pos, gudang, dan permukiman, menciptakan kantong-kantong urban di sepanjang jalur Semarang–Tanggung.

Jurnal Patrawidya Balai Pelestarian Nilai Budaya yang diterbitkan Kemendikbud menyebut bahwa jalur Semarang–Yogyakarta yang rampung 1867–1870 mempercepat pergerakan manusia, barang, dan ide, sekaligus memperkuat kontrol kolonial atas wilayah pedalaman.

Suliswinarni dalam bukunya yang bertajuk Ensiklopedia Sejarah Penemuan: Jam, Kereta Api, dan Transportasi Modern menekankan bahwa bagi penduduk lokal, kereta api membawa wajah baru modernitas dengan jadwal keberangkatan yang pasti, dan pengalaman pertama bepergian dengan kecepatan tinggi di atas rel besi.

Jejak Sejarah yang Abadi

Hingga hari ini, jejak jalur Semarang–Tanggung tetap dikenang sebagai titik awal sejarah perkeretaapian Indonesia. LPDP Kementerian Keuangan dalam artikel tentang Melihat Prototipe Kereta Cepat Surabaya–Jakarta menyebut jalur 1867 ini sebagai fondasi panjang evolusi teknologi kereta, dari lokomotif uap hingga wacana kereta cepat.

Direktorat Jenderal Perkeretaapian juga menegaskan bahwa tahun 1864–1867 sebagai fase “lahirnya kereta api” di Indonesia, yang kemudian berkembang menjadi jaringan rel di Jawa, Sumatra, dan pulau lainnya.

Dengan demikian, sejarah jalur kereta api pertama di Pulau Jawa bukan sekadar catatan teknis. Ini adalah kisah tentang bagaimana rel besi menghubungkan pelabuhan, pedalaman, dan akhirnya membentuk satu ruang ekonomi yang lebih terintegrasi di Nusantara.

Advertisement
Mureks