Regional

Relawan Difabel DIY Siap Bantu Korban Banjir Sumatera, Tawarkan Pendekatan Sebaya

Advertisement

Di tengah upaya penanganan bencana banjir yang melanda Sumatera, kelompok relawan difabel dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan kesiapan mereka untuk turut serta membantu para penyintas. Ketua Difabel Siaga Bencana (Difagana) DIY, Dodi Kurniawan Kaliri, menyoroti peran krusial relawan difabel dalam pemulihan mental korban, terutama sesama penyintas difabel.

“Trauma healing dari difabel kepada difabel itu berbeda efektivitasnya. Pendampingan dengan pendekatan sebaya jauh lebih mengena,” ujar Dodi saat ditemui di Kulon Progo. Ia menjelaskan bahwa kehadiran relawan difabel di pengungsian kerap membuat penyintas merasa lebih dipahami dan terhubung, sehingga mendorong mereka untuk bangkit.

“Kadang kehadiran kami saja sudah membangun optimisme. Penyintas melihat kami datang dari jauh, sesama difabel, dan itu memberi dorongan yang sangat kuat,” tambahnya, menggambarkan dampak positif dari pendampingan sebaya.

Difagana secara berkelanjutan meningkatkan kapasitas para relawannya. Pelatihan yang diberikan mencakup pendirian tenda, pengelolaan dapur umum, manajemen logistik, komunikasi radio, serta layanan psikososial dan trauma healing.

Siap Diberangkatkan Sesuai Kebutuhan

Sebagai relawan yang berada di bawah jejaring Taruna Siaga Bencana (Tagana), mekanisme pemberangkatan tim Difagana mengikuti kebutuhan Kementerian Sosial. Dodi menegaskan bahwa setidaknya empat relawan difabel DIY telah menyatakan kesiapan untuk diberangkatkan kapan pun dibutuhkan.

“Kami sudah meminta kesediaan anggota, dan empat orang siap berangkat. Mereka semua difabel fisik—ada yang menggunakan kruk, ada yang memakai brace. Mereka sudah terlatih,” ungkap Dodi. Jika diturunkan, para relawan ini akan bergabung dengan tim Tagana di lokasi bencana dan ditempatkan di wilayah pengungsian yang aman.

Tugas utama mereka adalah memberikan dukungan psikososial dan memulihkan semangat para penyintas bencana. Hal ini sejalan dengan tujuan untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan yang empatik dan efektif.

Advertisement

Relawan Berpengalaman Siap Beraksi

Salah satu relawan yang siap diterjunkan adalah Hardi (52), seorang penyandang disabilitas fisik asal Kulon Progo. Pengalaman kemanusiaan Hardi tidak diragukan lagi, ia pernah terlibat dalam respons bencana likuifaksi di Palu.

“Kami bertemu banyak difabel baru pascabencana—yang patah tulang, cedera, atau berisiko cacat. Kami beri semangat dulu, lalu menilai alat bantu apa yang dibutuhkan,” kata Hardi, menceritakan pengalamannya mendampingi korban.

Ia juga aktif membantu anak-anak difabel yang terputus sekolah akibat bencana. “Banyak anak difabel yang sekolahnya terputus. Kami bantu carikan solusi supaya mereka bisa melanjutkan belajar,” ujarnya, menunjukkan dedikasinya dalam pemulihan pascabencana.

Dodi menambahkan bahwa relawan difabel menghadapi tantangan mobilitas dan kebutuhan untuk meninggalkan keluarga. Oleh karena itu, dukungan pemerintah sangat diperlukan agar keluarga mereka tetap aman secara ekonomi.

“Yang penting adalah niat relawan. Kami memastikan keluarga mereka aman dulu, baru mereka bisa fokus bekerja di lapangan,” tegas Dodi. Kesiapan ini menegaskan bahwa difabel bukan hanya penerima bantuan, tetapi juga kekuatan yang berkontribusi dalam upaya penyelamatan sesama.

Advertisement