Teknologi

Rektor UDINUS: Perguruan Tinggi Harus Kawal Arah AI dan Neuroteknologi Berbasis Nilai Kemanusiaan

Perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI) dan neuroteknologi telah membawa peradaban manusia ke ambang revolusi baru. Namun, di balik kemajuan teknologi yang memukau, muncul tantangan krusial mengenai bagaimana inovasi ini dapat tetap berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan.

Isu fundamental ini menjadi sorotan utama dalam seminar bertajuk “Beyond AI and Neurochip: Transhumanism – Transcending Humanity through Tech & Science”. Acara tersebut diselenggarakan oleh Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) bekerja sama dengan Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komputer (APTIKOM) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, baru-baru ini.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Peran Perguruan Tinggi dalam Pengawalan Teknologi

Rektor UDINUS, Prof. Pulung Nurtantio Andono, menegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki peran strategis sebagai garda terdepan dalam mengawal arah perkembangan teknologi. Ia menekankan pentingnya menjaga inovasi agar selaras dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.

“Teknologi berkembang sangat cepat, tetapi arah penggunaannya harus tetap dikawal oleh nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan tanggung jawab sosial,” ujar Prof. Pulung, dikutip pada Rabu (31/12/2025). Menurutnya, inovasi tidak boleh hanya mengejar kecanggihan semata, melainkan harus berorientasi pada kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia.

Dampak Sistemik AI dan Neuroteknologi

Dr. Arman Hakim Nasution dari ITS Surabaya turut menyoroti bahwa tantangan AI dan neuroteknologi tidak lagi dapat dipandang hanya dari sudut pandang teknis. Ia menjelaskan bahwa teknologi yang berinteraksi langsung dengan sistem saraf manusia (neuroteknologi) dan algoritma cerdas memiliki dampak sistemik yang sangat luas.

“Isu AI dan neuroteknologi menyentuh banyak aspek, mulai dari teknis, sosial, hukum hingga budaya,” jelas Dr. Arman. Ia menambahkan, kolaborasi lintas disiplin ilmu menjadi syarat mutlak untuk memastikan inovasi yang dihasilkan tetap relevan dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.

Menyikapi Konsekuensi Jangka Panjang

Senada dengan pandangan tersebut, Herbert R. Sim mengingatkan para peserta seminar untuk tidak hanya terbuai oleh tren teknologi yang ada. Herbert, yang dikenal sebagai sosok di balik sejumlah domain internet bertema transhumanisme dan teknologi seperti Transhumanism.com (1997), GeneticsTechnology.com (2002), serta Neurochip.com (1999), menyoroti dampak jangka panjang neuroteknologi.

Teknologi ini, menurutnya, mampu berinteraksi langsung dengan sistem saraf manusia, sebuah wilayah yang sangat sensitif terkait privasi dan hak asasi individu. “Pertanyaan terpenting bukan apa yang bisa dilakukan teknologi, melainkan bagaimana manusia memilih menggunakannya,” tegas Herbert. Ia mendorong masyarakat untuk tidak sekadar menjadi konsumen pasif, tetapi juga bersikap kritis terhadap konsekuensi dan tanggung jawab yang melekat pada penggunaan teknologi tersebut.

Mureks