Lanskap teknologi perusahaan global tengah mengalami pergeseran fundamental pada tahun 2025. Era ketika chatbot hanya berfungsi sebagai penjawab pertanyaan berbasis skrip kaku kini mulai ditinggalkan, digantikan oleh gelombang baru teknologi yang dikenal sebagai Agentic AI atau Agen AI.
Teknologi ini menawarkan kemampuan revolusioner untuk menalar, merencanakan, dan bertindak secara otonom atas nama pengguna, menandai evolusi signifikan dalam interaksi manusia-mesin.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Pergeseran cepat ini terungkap dalam laporan terbaru Cloudera berjudul “The Future of Enterprise AI Agents”. Studi yang melibatkan 1.484 pemimpin TI di 14 negara tersebut menyoroti bahwa Agen AI dianggap sebagai evolusi alami berikutnya dari chatbot.
Perbedaan mendasar terletak pada kemandiriannya. Jika chatbot tradisional terbatas pada skenario dan alur kerja yang sudah ditentukan, Agen AI mampu menangani tugas kompleks. Mereka menerapkan penalaran (reasoning) untuk menentukan tindakan terbaik tanpa memerlukan intervensi manusia secara terus-menerus.
Data menunjukkan bahwa perusahaan tidak lagi sekadar bereksperimen. Sebanyak 57 persen responden melaporkan telah mulai mengimplementasikan Agen AI dalam dua tahun terakhir, dengan lonjakan adopsi yang signifikan terjadi antara tahun 2023 dan 2024.
Momentum ini diprediksi akan terus berlanjut. Laporan Cloudera mencatat bahwa hampir seluruh responden, yakni 96 persen, berencana memperluas penggunaan Agen AI mereka dalam 12 bulan ke depan.
Bagi para Chief Information Officer (CIO) dan Chief Technology Officer (CTO), teknologi ini bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan aset krusial. Sebanyak 83 persen organisasi percaya bahwa investasi pada agen cerdas ini sangat penting untuk mempertahankan keunggulan kompetitif di industri mereka.
Meskipun layanan pelanggan tetap menjadi area penggunaan terbesar dengan tingkat adopsi 78 persen, Agen AI kini merambah jauh ke dalam operasi teknis perusahaan yang kritikal. Para pemimpin TI kini sangat tertarik menggunakan agen otonom untuk tugas-tugas “belakang layar” yang vital.
Tiga area prioritas utama bagi pemimpin TI meliputi bot optimalisasi kinerja (66 persen) yang dapat mengatur infrastruktur cloud secara dinamis, agen pemantauan keamanan (63 persen) yang mendeteksi ancaman siber, serta asisten pengembangan (62 persen) untuk mempercepat proses coding.
Sebagai contoh, sebuah bot infrastruktur IT tidak hanya memberi notifikasi tentang beban server yang tinggi. Ia dapat secara dinamis menyesuaikan alokasi sumber daya dan konfigurasi database untuk mengoptimalkan kinerja secara real-time. Kemampuan untuk bertindak inilah yang secara fundamental membedakan Agen AI dari pendahulunya.
Dengan manfaat nyata berupa peningkatan efisiensi, pengurangan biaya, dan pengambilan keputusan yang lebih cerdas, tahun 2025 diproyeksikan menjadi jendela waktu yang sangat penting. Perusahaan diharapkan beralih dari tahap eksperimen ke implementasi skala penuh. Organisasi yang berhasil mengadopsi agen otonom ini diprediksi akan meninggalkan kompetitor yang masih bergantung pada sistem otomasi lama.






