Pemerintah Indonesia memastikan sejumlah insentif untuk kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) akan terus berlaku hingga tahun 2031, khususnya terkait tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0 persen. Namun, beberapa stimulus lain, termasuk insentif impor mobil listrik utuh (CBU), akan berakhir pada penghujung tahun 2025.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan (Kemenko Infrawil), Rachmat Kaimuddin, menjelaskan bahwa kebijakan PPnBM 0 persen untuk BEV diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 yang kemudian diubah melalui PP Nomor 74 Tahun 2021.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
“Selama undang-undangnya belum diganti, kebijakan ini akan terus berjalan. PPnBM untuk mobil listrik diatur dalam PP Nomor 73 Tahun 2019 yang kemudian diubah melalui PP Nomor 74 Tahun 2021, dengan ketentuan tarif PPnBM untuk BEV ditetapkan sebesar 0 persen,” ujar Rachmat saat diskusi publik di Jakarta, baru-baru ini.
Rachmat menambahkan bahwa PP Nomor 74 Tahun 2021 diterbitkan pada tahun 2021 dan pasal-pasal terkait berlaku selama 10 tahun sejak ditetapkan. “Artinya, kebijakan ini setidaknya berlaku hingga 2031 sebelum dilakukan perubahan,” tegasnya.
Meski demikian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah belum berencana menggelar kembali insentif tambahan untuk industri otomotif pada tahun depan. “Anggarannya kita arahkan ke perencanaan mobil nasional. Itu sedang dalam proses. Jadi tidak ada tambahan (insentif BEV) yang ada itu existing saja,” kata Airlangga di Subang, Jawa Barat.
Insentif yang Berakhir dan Syarat TKDN
Program pemerintah untuk BEV yang akan berakhir pada 31 Desember 2025 adalah Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2022 Juncto Nomor 28 Tahun 2023. Aturan ini mengatur kebijakan insentif impor mobil listrik CBU.
“Ibaratnya kebijakan industri untuk menarik investasi dari pabrikan. Apa yang kita berikan, PPnBM yang sedianya 15 persen kita beri jadi 0 persen karena ditanggung pemerintah, kemudian ada kebebasan impor dan bea masuk (CBU) juga,” jelas Rachmat.
Berdasarkan peraturan tersebut, produsen penerima insentif wajib memulai produksi lokal dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen mulai 1 Januari 2026 hingga akhir tahun tersebut. Persentase TKDN ini harus ditingkatkan menjadi 60 persen pada tahun 2027 dan mencapai 80 persen pada tahun 2030.
Rachmat juga menjelaskan bahwa pemenuhan konten lokal menjadi syarat utama untuk mendapatkan tarif PPnBM 0 persen. “Untuk BEV impor atau yang tidak memenuhi TKDN, PPnBM dikenakan sebesar 15 persen. Sementara itu, untuk BEV dan fuel cell tarifnya 0 persen, kendaraan hibrida 6–30 persen, dan LCGC 3 persen,” paparnya.
Selain insentif impor CBU, kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk BEV juga akan berakhir pada 31 Desember mendatang. Insentif ini diberikan kepada kendaraan listrik roda empat atau lebih yang diproduksi di dalam negeri dan memenuhi ketentuan TKDN.
Syarat penerima PPN DTP mengharuskan BEV penumpang memiliki TKDN minimal 40 persen agar memperoleh potongan PPN sebesar 10 persen dari harga jual. Sementara itu, bus listrik dengan TKDN 20–40 persen mendapatkan potongan PPN sebesar 5 persen.
“Kami memberikan PPN DTP sebesar 10 persen. Dengan tarif PPN yang naik menjadi 12 persen, produsen hanya membayar selisih 2 persen. Program ini juga kembali dilanjutkan pada 2024,” ujar Rachmat, merujuk pada implementasi kebijakan sebelumnya.
Komitmen Investasi dan Sanksi
Insentif impor CBU ini diberikan khusus bagi merek-merek yang berkomitmen berinvestasi di Indonesia. “Syaratnya mereka wajib produksi sesuai dengan jumlah impor selama dua tahun atau sebelum tahun 2027 berakhir, kalau tidak akan ada semacam denda,” pungkas Rachmat.
Setiap satu unit kendaraan impor yang telah terjual hingga 31 Desember 2025 sejak masa menerima insentif, wajib digantikan dengan total penjualan unit rakitan lokal (CKD) yang sama, terhitung dari 1 Januari 2026 sampai 31 Desember 2027.
Sejumlah merek yang telah menikmati insentif bebas impor CBU dan bea masuk BEV hingga kini meliputi BYD, Geely, Changan, VinFast, Volkswagen, XPeng, Citroen, Maxus, dan Volvo. Merek-merek ini menguasai 73 persen pangsa pasar dari keseluruhan BEV yang sudah terjual.
Beberapa jenama yang sudah berkomitmen untuk membangun ekosistem industri BEV di dalam negeri demi mengejar kepatuhan aturan pemerintah soal lokalisasi hingga syarat nilai TKDN antara lain BYD, VinFast, Geely, XPeng, dan Changan.






