Internasional

PBB: “Pemilu Myanmar Berlangsung dalam Lingkungan Kekerasan dan Penindasan”

Advertisement

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (23/12/2025) mengungkapkan bahwa junta militer Myanmar menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk memaksa warga berpartisipasi dalam pemilihan umum (pemilu) mendatang. Di sisi lain, kelompok oposisi bersenjata juga menerapkan taktik serupa untuk menghalangi masyarakat mendatangi tempat pemungutan suara.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, menegaskan perlunya penghentian praktik brutal ini. “Otoritas militer di Myanmar harus berhenti menggunakan kekerasan brutal untuk memaksa orang memilih dan berhenti menangkap orang karena menyatakan pandangan yang berbeda,” kata Turk dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir kantor berita AFP.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Pemilu yang akan dipimpin junta Myanmar dijadwalkan dimulai pada Minggu mendatang. Junta menggembar-gemborkan pemilu ini sebagai langkah kembali menuju demokrasi, lima tahun setelah mereka menggulingkan pemerintahan terpilih terakhir yang memicu perang saudara berkepanjangan. Namun, mantan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi masih ditahan, dan partainya yang sangat populer telah dibubarkan pasca-kudeta militer.

Turk menambahkan bahwa warga sipil diancam oleh otoritas militer maupun kelompok oposisi bersenjata terkait partisipasi mereka dalam pemilu. Pernyataan tersebut menyoroti puluhan individu yang dilaporkan telah ditahan berdasarkan “undang-undang perlindungan pemilu” hanya karena menggunakan kebebasan berekspresi mereka.

Banyak dari mereka yang dijatuhi “hukuman yang sangat berat,” ujar Turk. Ia merujuk pada kasus tiga pemuda di Kota Hlainghaya, wilayah Yangon, yang dijatuhi hukuman antara 42 hingga 49 tahun penjara karena memasang poster anti-pemilu.

Advertisement

Kantor hak asasi manusia PBB juga menerima laporan dari para pengungsi di beberapa wilayah, termasuk Mandalay, yang telah diperingatkan akan diserang atau rumah mereka disita jika tidak kembali untuk memberikan suara. “Memaksa para pengungsi untuk melakukan kepulangan yang tidak aman dan tidak sukarela merupakan pelanggaran hak asasi manusia,” tegas Turk.

Selain itu, Turk menyebutkan bahwa masyarakat juga menghadapi “ancaman serius” dari kelompok-kelompok bersenjata yang menentang militer. Salah satu insiden yang disorot adalah penculikan sembilan guru perempuan dari Kyaikto bulan lalu, saat mereka dalam perjalanan mengikuti pelatihan terkait pemilu. Para guru tersebut kemudian “dibebaskan dengan peringatan dari para pelaku,” kata Turk.

Menyimpulkan situasinya, Turk menyatakan, “Pemilu ini jelas berlangsung dalam lingkungan kekerasan dan penindasan.”

Advertisement
Mureks