Otomotif

Pasar Elektrifikasi Indonesia: Mobil Listrik Disokong Insentif, Hybrid Tumbuh Berkat Kebutuhan Konsumen

Geliat pasar kendaraan elektrifikasi di Indonesia menunjukkan dua arah pertumbuhan yang berbeda namun saling melengkapi. Mobil listrik murni atau battery electric vehicle (BEV) terus mencatatkan peningkatan penjualan berkat dorongan regulasi dan insentif pajak dari pemerintah. Di sisi lain, kendaraan hybrid electric vehicle (HEV) juga mengalami penguatan signifikan, didorong oleh kebutuhan konsumen akan efisiensi tanpa ketergantungan penuh pada infrastruktur pengisian daya.

Insentif Pemerintah Dorong Mobil Listrik

Saat ini, BEV menikmati berbagai insentif dari pemerintah yang memuluskan langkahnya di pasar otomotif nasional. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko Infrawil, Rachmat Kaimuddin, memastikan bahwa kebijakan insentif ini akan berlanjut hingga tahun 2026 mendatang.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

“PP Nomor 74 Tahun 2021 diterbitkan pada 2021 dan pasal-pasal terkait berlaku selama 10 tahun sejak ditetapkan. Artinya, kebijakan ini setidaknya berlaku hingga 2031 sebelum dilakukan perubahan,” ujar Rachmat belum lama ini.

Produk-produk BEV yang memiliki kandungan lokal di atas 40 persen telah menerima relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0 persen. Ketentuan ini sesuai dengan PP Nomor 73 Tahun 2019 yang kemudian diubah menjadi PP Nomor 74 Tahun 2021. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan keringanan berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10 persen.

“Kami memberikan PPN DTP sebesar 10 persen. Dengan tarif PPN yang naik menjadi 12 persen, produsen hanya membayar selisih 2 persen,” tambah Rachmat.

Sebaliknya, produk BEV yang masih diimpor dan tidak memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) akan dikenakan PPnBM lebih tinggi. “Untuk BEV impor atau yang tidak memenuhi TKDN, PPnBM dikenakan sebesar 15 persen. Karena itu, pemenuhan konten lokal menjadi syarat utama,” tegasnya.

Gelimang insentif ini terbukti efektif mendorong penjualan BEV, lantaran berkontribusi menekan harga jual. Hingga periode Januari sampai November 2025, BEV berhasil mencatatkan pangsa pasar di atas 11 persen dari keseluruhan penjualan kendaraan secara nasional.

Hybrid Bergerak Berkat Kebutuhan Konsumen

Di sisi lain, kendaraan HEV menunjukkan pertumbuhan yang signifikan meski tanpa insentif sebesar BEV. Penjualan HEV bergerak perlahan namun pasti, didorong oleh kebutuhan konsumen yang realistis.

“Teknologi bauran bensin-listrik, hybrid, jadi masuk akal. BBM jauh lebih irit dari mobil bensin biasa, tapi nggak ada range anxiety (kekhawatiran jarak tempuh di mobil listrik), karena tetap bisa isi bensin di mana saja. Terutama untuk kelompok pembeli di luar kota,” jelas pengamat otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu, kepada kumparan beberapa waktu lalu.

Performa penjualan HEV tercermin dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Pada November 2025, sekitar 6.636 unit mobil kategori hibrida terdistribusi dari pabrik ke diler (wholesales). Angka ini naik 19,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 5.556 unit pada Oktober 2025.

“Kenaikan penjualan hybrid menjadi cerminan bahwa segmen menengah yang sebelumnya menggunakan mobil bensin tapi masih ragu pindah ke full EV melihat HEV sebagai solusi transisi aman, realistis, dan minim risiko terhadap keterbatasan infrastruktur SPKLU,” tambah Yannes.

Memang, pemerintah tidak memberikan insentif besar untuk mobil HEV. Produk-produk hibrida masih dikenakan PPnBM sebesar 6-30 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan BEV.

Secara keseluruhan, data wholesales periode Januari-November 2025 menunjukkan BEV masih unggul dengan total penjualan 82.525 unit. Sementara itu, mobil hybrid mengantongi angka 57.311 unit.

Mureks