Lifestyle

Panduan Muslim Menyikapi Malam Tahun Baru: Antara Refleksi Diri dan Menjauhi Hura-hura

Malam pergantian tahun kerap diidentikkan dengan perayaan meriah, pesta, serta berbagai aktivitas hiburan. Namun, bagi seorang Muslim, momentum pergantian tahun sejatinya tidak harus disambut dengan euforia berlebihan. Islam mengajarkan bahwa setiap waktu adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Oleh karena itu, setiap detik yang berlalu sepatutnya diisi dengan hal-hal yang bernilai kebaikan dan mendatangkan manfaat. Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia berada dalam kerugian apabila tidak memanfaatkan waktunya dengan keimanan dan amal saleh. Prinsip inilah yang menjadi dasar bagi umat Islam dalam menyikapi berbagai momentum kehidupan, termasuk malam tahun baru.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Al-‘Ashr:

وَالْعَصْرِۙ

Latin: Wal-‘aṣr(i).

Artinya: Demi masa, (Al-‘Aṣr: 1)

اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ

Latin: Innal-insāna lafī khusr(i).

Artinya: sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, (Al-‘Aṣr: 2)

Sikap Muslim terhadap Malam Tahun Baru Masehi

Dalam Islam, malam tahun baru Masehi tidak memiliki keistimewaan ibadah khusus sebagaimana malam-malam tertentu yang telah ditetapkan syariat. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak diwajibkan melakukan ritual atau amalan tertentu untuk menyambut pergantian tahun.

Sikap yang dianjurkan adalah memperlakukan malam tahun baru sebagaimana malam-malam lainnya, yakni tetap menjaga adab, iman, dan akhlak. Meski demikian, Islam tidak melarang seorang Muslim untuk memanfaatkan momentum pergantian tahun sebagai sarana refleksi dan perbaikan diri, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Kegiatan Positif yang Dianjurkan pada Malam Tahun Baru

Berikut beberapa kegiatan positif yang dapat dilakukan ketika pergantian tahun baru:

  1. Berkumpul Bersama Keluarga

    Malam tahun baru dapat dimanfaatkan untuk berkumpul dengan keluarga di rumah sebagai bentuk menjaga silaturahmi. Tidak ada larangan bagi umat Islam untuk melakukan hal ini sebatas memanfaatkan momen liburan.

    Dikutip dari buku Jangan Baca Buku Ini Jika Belum Siap Masuk Surga karya H. Brilly El-Rasheed, kegiatan ini bernilai positif selama tidak disertai niat merayakan tahun baru secara berlebihan dan tetap menjaga adab serta akhlak.

  2. Makan Bersama secara Sederhana

    Makan bersama keluarga diperbolehkan apabila diniatkan sebagai kebersamaan, bukan sebagai bentuk perayaan tahun baru. Islam menganjurkan kesederhanaan dan melarang sikap berlebih-lebihan dalam konsumsi. Selain itu, umat Muslim juga perlu memperhatikan batasan makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi.

  3. Melakukan Muhasabah Diri

    Dikutip dari buku Aspirasi Dunia Maya karya Salahuddin Rauf Rakasia, umat Islam sepatutnya menyikapi pergantian tahun dengan memperbanyak rasa syukur dan melakukan introspeksi diri (muhāsabatun nafs). Rasa syukur tidak diekspresikan melalui pesta atau hura-hura, melainkan dengan memanfaatkan umur dan waktu yang diberikan Allah SWT untuk hal-hal yang lebih bermakna, serta menyusun perencanaan hidup yang lebih baik ke depan.

    Islam mengingatkan bahwa waktu dapat menjadi sumber kerugian bagi manusia apabila disikapi secara lalai. Oleh karena itu, waktu harus dihadapi dengan sikap hidup yang lebih bermakna, yakni dengan mengisinya melalui keimanan dan amal saleh. Inilah bentuk syukur yang sejati dalam pandangan Islam.

    Setelah bersyukur, seorang Muslim dianjurkan untuk melakukan muhasabah diri. Melalui muhasabah, seseorang dapat mengenali hakikat dan persoalan dirinya secara lebih jujur, menimbang capaian serta kegagalan selama satu tahun ke belakang, sekaligus merancang proyeksi amal dan perbaikan diri untuk masa yang akan datang.

    Prinsip muhasabah ini sejalan dengan pesan Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang menyatakan:

    حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا

    Artinya: “Hisablah, hitung-hitung diri kamu sebelum kamu dihisab (oleh Allah swt.)”.

  4. Berdoa dan Berzikir

    Memperbanyak doa dan zikir diperbolehkan selama tidak diyakini sebagai amalan khusus malam tahun baru. Berdoa dilakukan sebagai bentuk kedekatan diri kepada Allah SWT, bukan ritual perayaan.

  5. Membaca Al-Qur’an atau Mengikuti Kegiatan Keagamaan

    Mengisi waktu dengan membaca Al-Qur’an, pengajian, majelis zikir, atau shalawatan merupakan alternatif positif agar terhindar dari aktivitas yang melalaikan dan berpotensi maksiat.

  6. Mendoakan Saudara yang Tertimpa Musibah

    Malam pergantian tahun dapat menjadi sarana menumbuhkan empati. Apalagi di penghujung tahun 2025 ini berbagai musibah dan bencana alam melanda negeri Indonesia. Mendoakan saudara-saudara yang sedang diuji musibah dan bencana akan mencerminkan nilai ukhuwah dan kepedulian sosial dalam Islam.

    Adapun doa yang dapat diamalkan ketika mengetahui orang lain tertimpa musibah adalah sebagai berikut:

    الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلَاكَ بِهِ وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تفضيلاً

    Latin: Alhamdu lillaahil-ladzii ‘afaanii mimmabtalaaka bihii, wa fadh-dhalanii ‘alaa katsiirin mimman khalaqa tafdhiila

    Artinya: “Segala puji bagi Allah yang menyelamatkan aku dari sesuatu yang Allah memberi cobaan kepadamu. Dan Allah telah memberi kemuliaan kepadaku, melebihi orang banyak.” (HR. At-Tirmidzi)

  7. Menjauhi Hura-hura dan Perbuatan Maksiat

    Seorang Muslim diajarkan untuk menjauhi hura-hura, hiburan yang melanggar syariat, dan pemborosan. Hal tersebut termasuk perbuatan yang buruk dan sia-sia.

    Hal tersebut sejalan dengan Rasulullah SAW:

    مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

    Latin: Min ḥusni islāmil-mar’i tarkuhu mā lā ya’nīh

    Artinya: “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. At-Tirmidzi)

    Hadits tersebut menegaskan bahwa kualitas keimanan seorang Muslim tercermin dari kemampuannya menjauhi aktivitas yang tidak membawa manfaat, terlebih yang berpotensi melalaikan dari kewajiban kepada Allah SWT. Oleh karena itu, seorang Muslim dianjurkan untuk menjauhi pesta, hura-hura, dan berbagai bentuk hiburan yang melanggar syariat, seperti mengonsumsi minuman keras, pergaulan bebas, serta pemborosan. Perilaku semacam ini tidak hanya bertentangan dengan nilai kesederhanaan dalam Islam, tetapi juga mencerminkan sikap kurang bertanggung jawab dalam memanfaatkan waktu sebagai amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi dalam Islam

Perihal hukum merayakan tahun baru Masehi, para ulama pada umumnya berpendapat bahwa tidak terdapat larangan secara mutlak selama aktivitas yang dilakukan tidak mengandung unsur maksiat serta tidak menyerupai ritual keagamaan agama lain. Meski demikian, Islam tetap memberikan sejumlah batasan yang perlu diperhatikan oleh umat Muslim.

Seorang Muslim dianjurkan untuk menghindari perayaan yang diisi dengan perbuatan melanggar syariat, seperti mengonsumsi minuman keras, pergaulan bebas, serta hiburan yang melalaikan dari kewajiban ibadah. Selain itu, sikap berlebihan dan pemborosan juga tidak dianjurkan karena bertentangan dengan prinsip kesederhanaan yang diajarkan dalam Islam.

Dikutip dari buku Jangan Baca Buku Ini Jika Belum Siap Masuk Surga karya H. Brilly El-Rasheed, persoalan utama dalam menyikapi malam tahun baru bukan terletak pada waktu pelaksanaannya, melainkan pada tujuan kegiatan tersebut. Dijelaskan bahwa “setiap aktivitas yang secara khusus diniatkan untuk memperingati atau merayakan tahun baru hukumnya terlarang. Sebaliknya, aktivitas yang dilakukan pada malam pergantian tahun tanpa niat merayakan tahun baru tidak serta-merta dihukumi haram.”

Muslim dapat melakukan kegiatan keislaman yang kerap dilaksanakan pada malam tahun baru, seperti pengajian, majelis zikir, dan selawat. Kegiatan tersebut bukan bertujuan merayakan tahun baru, melainkan sebagai upaya mengalihkan umat dari aktivitas hura-hura menuju kegiatan yang bernilai ibadah. Oleh karena itu, yang menjadi penentu hukum bukanlah momennya, melainkan niat dan substansi kegiatannya.

Dikutip dari buku Demi Sebuah Asa: Refleksi Tahun Ketiga Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah karya Ja’far, pembahasan mengenai sikap umat Islam terhadap perayaan tahun baru tidak dapat dilepaskan dari konsep batas toleransi antarumat beragama dalam Islam.

Dalam ranah akidah dan ibadah, Islam bersifat tegas dan tertutup. Umat Islam tidak diperkenankan mencampuradukkan keyakinan maupun ritual ibadah dengan ajaran agama lain. Prinsip ini bertujuan menjaga kemurnian akidah dan identitas keislaman agar tidak larut dalam praktik keagamaan yang tidak bersumber dari syariat Islam.

Namun demikian, dalam urusan sosial kemasyarakatan yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah, Islam bersikap inklusif dan terbuka. Umat Islam diperbolehkan menjalin pergaulan, bekerja sama, serta berinteraksi dengan pemeluk agama lain selama tidak menimbulkan mudarat dan tidak melanggar ketentuan syariat.

Berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Masehi, sebagian ulama memandang bahwa keterlibatan dalam perayaan yang dimaknai sebagai ritual atau simbol keagamaan agama lain tidak diperbolehkan. Selain itu, aktivitas yang mengandung unsur maksiat, pemborosan, serta hura-hura juga jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Akan tetapi, aktivitas sosial yang dilakukan pada malam pergantian tahun, selama tidak diniatkan sebagai bentuk perayaan keagamaan dan tidak mengandung unsur kemaksiatan, oleh sebagian ulama dipandang berada dalam ranah muamalah sosial yang hukumnya berbeda dengan ibadah. Oleh karena itu, sikap yang paling bijak bagi seorang Muslim adalah menjaga niat, adab, dan perilaku, serta menghindari segala bentuk aktivitas yang dapat menjerumuskan pada hal-hal yang dilarang agama.

Melansir laman Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama RI, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam sejumlah penjelasannya menyatakan bahwa mengucapkan selamat tahun baru Masehi tidak termasuk perbuatan yang diharamkan. Meski demikian, MUI memberikan catatan penting agar aktivitas tersebut dilakukan secara sederhana, proporsional, serta tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan ketertiban umum.

Dengan demikian, kegiatan sederhana seperti berkumpul dan makan bersama keluarga pada malam pergantian tahun dapat dibolehkan, selama tidak diniatkan sebagai bentuk perayaan tahun baru dan tidak disertai perbuatan maksiat. Demikian pula dengan berdoa pada waktu pergantian tahun, selama tidak disertai keyakinan adanya keutamaan ibadah khusus pada momen tersebut.

Mureks