Setiap pergantian tahun, semangat baru kerap menyertai jutaan orang untuk menyusun resolusi. Beragam target ambisius, mulai dari hidup lebih sehat, peningkatan karier, hingga keseimbangan hidup, tertulis rapi. Namun, fenomena yang berulang menunjukkan bahwa resolusi tersebut seringkali hanya bertahan di awal tahun, perlahan menguap sebelum benar-benar terwujud.
Fenomena ini bukanlah hal baru. Sejarah mencatat, tradisi resolusi telah ada sejak ribuan tahun lalu. Menurut History, bangsa Babilonia sekitar 4.000 tahun silam telah membuat janji kepada para dewa, khususnya untuk melunasi utang dan mengembalikan barang pinjaman. Mereka meyakini, janji yang ditepati akan mendatangkan berkah panen melimpah. Meskipun konteksnya berbeda, esensi harapan akan perubahan menuju kebaikan tetap sama.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Resolusi sebagai Momentum Awal Baru
Lalu, bagaimana agar resolusi tahun baru dapat benar-benar tercapai? Psikolog klinis dari Annabelle Psychology, Annabelle Chow, memandang resolusi sebagai ruang untuk memulai kembali. Ia menyebut, resolusi adalah “kesempatan untuk memaafkan kesalahan atau kegagalan tahun lalu dan memulai yang baru,” seperti yang tertulis di situs web kliniknya.
Chow menambahkan, proses ini juga meningkatkan self-efficacy, yaitu keyakinan seseorang atas kendali hidupnya melalui tindakan nyata. “Ini seringkali terwujud dalam kebutuhan untuk membuat resolusi dan bertekad mencapainya,” ujarnya.
Pandangan serupa disampaikan psikolog klinis Cecilia Chu dari Raffles Counselling Centre. Menurutnya, momentum awal tahun membantu seseorang “fokus pada energi untuk hal-hal yang memberikan makna dalam hidup sehari-hari.”
Mengapa Resolusi Tahun Baru Kerap Gagal?
Namun, niat baik tidak selalu berujung pada keberhasilan. Chief Wellbeing Officer dari Singapore Counselling Centre, John Shepherd Lim, menjelaskan bahwa banyak orang gagal menjalankan resolusi karena tidak memahami tujuan sebenarnya.
“Karena mereka tidak siap untuk disiplin diri dan tujuan itu tidak berasal dari tekad pribadi, mereka sering kehilangan semangat dengan cepat,” tulis Lim di situs web klinik konselingnya.
Masalah lain yang kerap muncul adalah resolusi yang terlalu ambisius, tidak realistis, serta tidak disertai tenggat waktu dan langkah konkret. Banyak resolusi hanya menjadi daftar keinginan, bukan peta perubahan yang terencana.
Alih-alih menetapkan target besar yang sulit dicapai, sejumlah ahli menyarankan pendekatan yang lebih membumi. Resolusi dapat diubah menjadi motivasi atau tema pengembangan diri, dengan fokus pada penyesuaian kecil yang konsisten dan relevan dengan kondisi hidup masing-masing, bukan hasil instan.
Strategi Efektif Mewujudkan Resolusi
Resolusi tahun baru umumnya terkait dengan aspek kesehatan, finansial, dan pembangunan hubungan yang lebih baik. Namun, para ahli menyarankan agar resolusi tidak ditulis secara umum.
Profesor bidang studi sosial di University of Stavanger, Norwegia, Olga V Lehmann, dalam tulisannya di Psychology Today, menekankan pentingnya resolusi yang bersifat pribadi dan konkret. Ia menyarankan, daripada menuliskan keinginan seperti “ingin hidup lebih sehat,” lebih baik merumuskan komitmen spesifik, misalnya “mengikuti program pemusatan kesadaran (mindfulness),” “membatasi penggunaan media sosial,” atau “menghapus akses kartu kredit dari aplikasi belanja daring.”
Lehmann juga mengingatkan pentingnya meninjau kembali resolusi yang telah dibuat. “Baca ulang apa yang telah ditulis. Kembali pada apa yang telah ditulis memungkinkan kita untuk memahami hambatan ataupun merayakan kemajuan yang telah dilalui,” ungkapnya.
Catatan resolusi sebaiknya diletakkan di tempat yang mudah diakses atau dibagikan kepada orang terdekat sebagai pengingat dan penjaga relevansi.
Pendekatan serupa disampaikan asisten profesor psikiatri di Northeast Ohio Medical University, Dimitrios Tsatiris. Ia menyarankan untuk menetapkan ekspektasi yang rendah dan tidak menuntut hasil instan.
“Ingat, butuh waktu berbulan-bulan agar perilaku baru menjadi kebiasaan. Kuncinya adalah konsisten hingga perilaku tersebut menjadi bagian yang otomatis dalam hidup Anda,” ucap Tsatiris.
Tsatiris juga menyarankan mencari teman atau orang terdekat sebagai pengingat dan akuntabilitas. “Selain itu, akan lebih sulit untuk bermalas-malasan ketika ada yang mengawasi,” ujarnya.
Selain itu, membuat rencana harian, mingguan, hingga bulanan akan membantu memantau progres dan menjaga konsistensi perubahan. Sikap positif, komitmen, serta apresiasi atas capaian kecil juga berperan penting dalam menjaga motivasi jangka panjang.
Di luar pendekatan teknis, refleksi diri menjadi fondasi penting dalam menyusun resolusi. Resolusi tidak selalu harus berbentuk target material atau pencapaian kuantitatif. Tema seperti keseimbangan hidup, pengendalian diri, perhatian pada keluarga, atau kematangan emosional justru dinilai lebih relevan bagi banyak orang.
Pada akhirnya, resolusi bukanlah soal kesempurnaan atau perubahan drastis dalam waktu singkat. Resolusi adalah proses menerima kondisi saat ini, menjalani kehidupan sebaik mungkin, serta melakukan penyesuaian yang masuk akal dan berkelanjutan.






