Keuangan

Mengenang Era Habibie: Saat Rupiah Bangkit Dramatis dari Rp16.800 ke Rp6.550 di Tengah Badai Krisis 1998

Advertisement

Pada akhir Desember 2025, nilai tukar rupiah masih bergulat di kisaran Rp16.700-Rp16.800 per dolar Amerika Serikat. Kondisi ini mencerminkan kuatnya tekanan global, terutama dari arah kebijakan moneter di Negeri Paman Sam. Angka tersebut secara tidak langsung mengingatkan kembali pada periode kelam krisis moneter 1998, sebuah masa ketika rupiah sempat terpuruk ke level serupa, bahkan dalam waktu yang jauh lebih singkat dan diiringi krisis politik besar.

Kala itu, lonjakan nilai dolar AS menjadi salah satu faktor utama yang mengguncang dan akhirnya meruntuhkan 32 tahun kekuasaan Presiden Soeharto. Pergantian kepemimpinan ke tangan Presiden B.J. Habibie pada Mei 1998 tidak serta-merta menumbuhkan optimisme di pasar. Habibie, yang dikenal sebagai teknokrat industri pesawat, kerap dipandang bukan seorang ekonom. Proyek-proyek mahal yang digagasnya selama Orde Baru bahkan sering menuai kritik.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Keraguan terhadap kemampuan Habibie bahkan sempat dilontarkan oleh mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, yang menilai rupiah berpotensi makin terpuruk di bawah kepemimpinannya. Namun, sejarah justru mencatat sebaliknya. Di tengah krisis terdalam yang pernah dialami Indonesia, Habibie berhasil memulihkan kepercayaan pasar dan membawa rupiah menguat drastis hingga sempat menyentuh level sekitar Rp6.550 per dolar AS. Sebuah capaian yang hingga kini masih kerap dikenang.

Tiga Fondasi Kebijakan Kunci Pemulihan Rupiah

Keberhasilan pemulihan rupiah di era Habibie tidak lepas dari implementasi tiga kebijakan kunci yang menjadi fondasi utama. Langkah-langkah strategis ini dirancang untuk mengatasi akar masalah krisis dan mengembalikan stabilitas ekonomi.

1. Restrukturisasi Perbankan dan Penguatan Bank Indonesia

Langkah pertama yang diambil adalah restrukturisasi sektor perbankan. Krisis 1998 secara telanjang memperlihatkan rapuhnya sistem perbankan nasional. Hal ini diakibatkan oleh liberalisasi pendirian bank melalui Paket Oktober 1988 yang tidak diimbangi dengan pengawasan memadai. Akibatnya, ketika krisis melanda, banyak bank kolaps dan memicu penarikan dana besar-besaran oleh nasabah.

Habibie menjadikan sektor perbankan sebagai fokus utama pemulihan. Pemerintah menutup dan menggabungkan bank-bank bermasalah, termasuk menggabungkan empat bank milik negara menjadi satu entitas besar, yaitu Bank Mandiri. Tak kalah penting, Habibie memisahkan Bank Indonesia dari pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999.

Dalam otobiografinya B.J. Habibie: Detik-detik yang Menentukan (2006), Habibie menegaskan bahwa kebijakan tersebut krusial untuk menguatkan rupiah. Ia berpendapat, “Bank sentral, menurutnya, harus independen, objektif, dan bebas dari intervensi politik agar kebijakan moneter kredibel di mata pasar.”

Advertisement

2. Moneter Ketat Melalui SBI untuk Pulihkan Kepercayaan Pasar

Langkah kedua adalah penerapan kebijakan moneter ketat. Pemerintah bersama Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan suku bunga yang sangat tinggi. Tujuan kebijakan ini sederhana: mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan mendorong dana kembali masuk ke sistem keuangan.

Habibie mengklaim kebijakan ini terbukti efektif. Suku bunga yang sempat melonjak hingga sekitar 60% perlahan turun ke level belasan persen. Seiring dengan penurunan suku bunga, kepercayaan publik terhadap bank kembali pulih dan tekanan terhadap rupiah pun mereda secara signifikan.

3. Stabilisasi Harga Bahan Pokok di Tengah Krisis

Langkah ketiga yang tak kalah vital adalah pengendalian harga kebutuhan pokok. Di tengah gejolak krisis, Habibie menilai stabilitas harga pangan dan energi sebagai faktor krusial untuk menjaga daya beli masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah mempertahankan harga listrik dan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi agar tidak melonjak, mencegah daya beli masyarakat jatuh lebih dalam.

Kebijakan ini memang sempat menuai kontroversi. Habibie bahkan sempat melontarkan pernyataan yang dianggap nyeleneh dengan menganjurkan rakyat berpuasa agar lebih hemat di masa krisis. “Ketika terjadi masa krisis saat B.J. Habibie diangkat menjadi presiden, ia menganjurkan rakyat melakukan puasa Senin-Kamis,” tulis A. Makmur Makka dalam buku Inspirasi Habibie (2020).

Terlepas dari berbagai kontroversi yang menyertainya, kombinasi ketiga kebijakan tersebut terbukti ampuh. Kepercayaan pasar terhadap ekonomi Indonesia berangsur pulih, arus modal asing kembali masuk, dan rupiah menguat secara signifikan. Dalam waktu relatif singkat, dolar AS yang sempat menembus Rp16.800 berhasil ditekan hingga sekitar Rp6.550, sebuah capaian yang hingga kini kerap dikenang sebagai salah satu pemulihan nilai tukar paling dramatis dalam sejarah ekonomi Indonesia.

Advertisement
Mureks