Teknologi

Lima Tren Utama Bentuk Masa Depan Digital Indonesia: Kedaulatan Data, AI, dan Infrastruktur Hybrid Jadi Kunci

JAKARTA, 29 Desember 2025 – Ekonomi digital Indonesia kini memasuki babak baru, bergerak melampaui pembangunan kapasitas dasar menuju infrastruktur yang lebih canggih dan adaptif. Fokus utama bergeser pada kesiapan infrastruktur untuk Kecerdasan Buatan (AI), ketahanan yang dirancang sejak awal, kedaulatan data, intelijen terdistribusi di edge, serta model hybrid multi-cloud sebagai standar operasional.

Sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, Indonesia mencatat nilai gross merchandise value (GMV) sekitar USD90 miliar pada tahun 2024, dengan proyeksi pertumbuhan kuat hingga akhir dekade ini. Percepatan adopsi AI dan kematangan regulasi seperti Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) serta Peraturan Pemerintah Nomor 71 (PP 71) mendorong perusahaan untuk meninjau ulang desain infrastruktur digital mereka. Tinjauan ini tidak hanya bertujuan untuk skala, tetapi juga untuk membangun kepercayaan, meningkatkan kinerja, dan memfasilitasi integrasi regional. Berikut adalah lima tren utama yang akan membentuk lanskap infrastruktur digital Indonesia menuju tahun 2026.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

1. Dari Infrastruktur Berdensitas Rendah Menuju Siap AI Berdensitas Tinggi

Selama bertahun-tahun, sebagian besar beban kerja perusahaan di Indonesia dijalankan pada rak berdensitas rendah, umumnya sekitar 2–5 kW. Namun, model ini kini dianggap tidak lagi memadai. Adopsi AI, analitik tingkat lanjut, dan pemrosesan real-time mendorong kebutuhan daya hingga 10–12 kW per rak, bahkan beban kerja AI dan high-performance computing (HPC) seringkali memerlukan 30 kW atau lebih.

Pergeseran ini memicu peningkatan kebutuhan akan lingkungan berdensitas daya tinggi dan solusi pendinginan generasi berikutnya, termasuk desain yang siap untuk liquid cooling. Secara global, infrastruktur AI menjadi salah satu segmen investasi pusat data dengan pertumbuhan tercepat, dan Indonesia tidak terkecuali. Perusahaan berupaya mendukung beban kerja ini sambil memastikan data sensitif tetap berada di dalam negeri serta kinerja yang konsisten dengan latensi rendah.

Pusat data di seluruh Indonesia merespons dengan memperluas kapasitas berdensitas tinggi dan menyediakan interkoneksi privat ke penyedia cloud serta mitra ekosistem. Fasilitas seperti Equinix JK1 di Jakarta, yang diluncurkan pada tahun 2025, dirancang untuk mendukung kepadatan siap AI dengan interkoneksi privat berlatensi rendah. Hal ini memungkinkan organisasi untuk menskalakan beban kerja AI sambil menjaga data tetap berada dalam batas wilayah nasional. Perubahan ini menggarisbawahi pentingnya peta jalan densifikasi yang terstruktur, mencakup kesiapan pendinginan dan konektivitas privat, guna memastikan peningkatan skala yang aman dan efisien.

2. Ketahanan sebagai Standar Dasar, Diperluas melalui DR Regional

Sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, Indonesia semakin beroperasi dengan ekspektasi layanan yang selalu aktif (always-on). Waktu henti (downtime) tidak lagi dapat diterima, terutama untuk sektor e-commerce, fintech, gaming, dan layanan digital real-time. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya investasi di kawasan, di mana pasar pusat data Asia Tenggara diperkirakan tumbuh dari sedikit di atas USD10 miliar pada tahun 2023 menjadi hampir USD18 miliar menjelang akhir dekade ini.

Perusahaan kini memperluas strategi ketahanan melampaui satu wilayah metropolitan. Arsitektur yang mencakup Jakarta, Batam, dan Surabaya semakin umum, dengan lokasi regional seperti Singapura dan Malaysia dimanfaatkan sebagai situs disaster recovery (DR) untuk beban kerja yang tidak diatur secara ketat. Desain ini sangat mengandalkan interkoneksi privat, bukan internet publik, untuk mencapai recovery time objective (RTO) dan recovery point objective (RPO) yang lebih ketat, sekaligus mengurangi risiko kemacetan dan keamanan. Seiring meningkatnya ekspektasi terhadap keberlangsungan layanan, strategi ketahanan perlu dirancang berbasis koneksi privat berlatensi rendah lintas kota dan lintas negara guna memenuhi target pemulihan yang semakin ketat.

3. Kedaulatan Data Sejak Tahap Perancangan Sesuai UU PDP dan PP 71

Dengan berlakunya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 (PP 71) sebagai acuan penyelenggaraan sistem elektronik, kedaulatan data telah bertransformasi dari sekadar wacana kebijakan menjadi persyaratan arsitektur. Arahnya semakin jelas: data pribadi yang bersifat sensitif wajib diproses di dalam negeri, sementara kolaborasi lintas negara harus didukung oleh perlindungan yang memadai, dokumentasi, serta jalur yang terkontrol.

Sejalan dengan itu, banyak organisasi mulai mengadopsi model “local compute, global interconnect”. Model ini menjaga data yang diatur tetap berada di dalam negeri, sekaligus terhubung secara aman ke cloud regional dan mitra melalui koneksi privat. Pendekatan ini selaras dengan ketentuan UU PDP terkait transfer data lintas batas, membantu menyederhanakan proses audit, menurunkan risiko kepatuhan, dan memungkinkan kolaborasi berskala ASEAN tanpa mengekspos lalu lintas data sensitif ke internet publik. Oleh karena itu, mengintegrasikan persyaratan kedaulatan data ke dalam desain infrastruktur sejak awal semakin menjadi faktor kunci keberhasilan, bukan lagi sekadar pemenuhan kepatuhan di tahap akhir.

4. AI Terdistribusi dan Agentik Semakin Mendekat ke Edge

Meluasnya penggunaan IoT dan kasus penggunaan awal 5G di sektor logistik, manufaktur, ritel, dan fasilitas pintar, mendorong pengambilan keputusan semakin dekat ke lokasi tempat data dihasilkan. Perubahan ini mencerminkan kebutuhan akan respons real-time dan latensi yang lebih rendah, yang tidak dapat sepenuhnya dipenuhi oleh arsitektur terpusat.

Alih-alih hanya mengandalkan klaster GPU terpusat, organisasi mulai menerapkan edge inference nodes untuk mendukung pengambilan keputusan secara langsung, serta meneruskan beban kerja yang lebih berat ke sumber daya komputasi regional hanya ketika diperlukan. Secara global, banyak organisasi telah bereksperimen dengan AI, dan semakin banyak yang menguji coba AI agents, sehingga mendorong adopsi sistem yang lebih terdistribusi dan otonom. Di Indonesia, tren ini diperkuat oleh kesiapan pemerintah dalam menyusun kerangka etika dan peta jalan AI nasional yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan keamanan. Arsitektur yang mengombinasikan edge inference, komputasi regional, serta interkoneksi yang aman berada pada posisi yang tepat untuk mendukung inovasi sekaligus tetap selaras dengan ekspektasi tata kelola yang terus berkembang, terutama ketika organisasi menempatkan proses inferensi lebih dekat ke sumber data, sambil menetapkan jalur eskalasi yang jelas ke komputasi regional.

5. Hybrid Multi-Cloud Menjadi Model Operasional Standar

Sebagian besar perusahaan di Indonesia kini beroperasi di berbagai platform cloud, berdampingan dengan infrastruktur on-premises serta lingkungan edge yang terus berkembang. Hybrid multi-cloud bukan lagi fase transisi, melainkan telah menjadi model standar bagi organisasi dalam menjalankan operasi digital mereka.

Model ini membantu organisasi menghindari ketergantungan pada satu penyedia (vendor lock-in), mengoptimalkan biaya, serta memenuhi persyaratan kedaulatan data. Hal ini semakin relevan seiring menguatnya arah kebijakan terkait PP 71 dan keandalan infrastruktur digital secara lebih luas.

(Haris Izmee, Managing Director, Equinix Indonesia)

Mureks