Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI menyatakan ketahanan nasional Indonesia sepanjang tahun 2025 berada dalam kondisi “cukup tangguh” dengan skor total 2,84. Penilaian ini disampaikan di tengah berbagai tantangan yang berhasil dilalui Indonesia pada tahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Gubernur Lemhannas RI Tubagus Ace Hasan Syadzily memaparkan hasil refleksi dan rilis akhir tahun 2025 serta outlook 2026 di Gedung Lemhannas RI pada Selasa, 16 Desember 2025. Ia menjelaskan, tahun 2025 merupakan fase awal pemerintahan Prabowo-Gibran yang ditandai dengan upaya akseleratif untuk meletakkan fondasi visi besar Asta Cita.
Kang Ace, sapaan akrab Tubagus Ace Hasan Syadzily, menyoroti penutupan tahun 2025 yang diwarnai bencana alam berskala besar di Sumatera, berupa banjir bandang dan longsor. “Penutupan tahun 2025 menjadi momen reflektif mendalam ketika Indonesia, khususnya wilayah Sumatera, dilanda bencana alam berskala besar berupa banjir bandang dan longsor,” kata Kang Ace dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/12/2025).
Bencana di Sumatera tersebut tidak hanya mengakibatkan korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan gangguan sosial-ekonomi yang meluas. Lebih dari itu, kejadian ini menjadi pengingat bahwa ancaman terhadap ketahanan nasional tidak selalu berasal dari konflik geopolitik atau krisis ekonomi global. “Ancaman ekologis, degradasi lingkungan, dan perubahan iklim kini menjadi faktor strategis yang secara langsung menguji kapasitas negara dalam melindungi rakyatnya dan menjaga keberlanjutan pembangunan,” imbuhnya.
Empat Tugas Utama Lemhannas RI
Dalam refleksi strategisnya, Kang Ace menjelaskan bahwa Lemhannas RI sebagai center of excellence secara konsisten menjalankan empat tugas utama:
-
Pendidikan: Lemhannas RI menyelenggarakan Pendidikan Pemantapan Pimpinan Nasional (P4N) angkatan 68 dengan 110 peserta, serta Pendidikan Pemantapan Pimpinan Nasional (P3N) angkatan 25 (100 peserta) dan angkatan 26 (89 peserta). Program ini diikuti oleh perwakilan dari berbagai sektor strategis, termasuk TNI, Polri, ASN, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha, dan negara sahabat. “Program pendidikan ini sebagai wujud nyata penguatan jejaring kepemimpinan dan diplomasi strategis Indonesia,” tegas Kang Ace. Peserta dibentuk menjadi pemimpin nasional yang visioner, berkarakter negarawan, serta memiliki kemampuan strategic foresight dan manajemen risiko di tengah lingkungan strategis yang dinamis.
-
Pengkajian: Lemhannas RI melakukan kajian strategis jangka pendek, menengah, dan panjang yang berfokus pada isu fundamental ketahanan nasional. Isu-isu tersebut meliputi geopolitik, geoekonomi, peningkatan kualitas SDM unggul berbasis STEM, hilirisasi, konsolidasi demokrasi, dan reformasi sistem politik. “Hasil dari kajian strategis tersebut menjadi masukan penting bagi presiden, kementerian/lembaga, serta para pemangku kepentingan nasional dalam menjaga stabilitas, memperkuat ketahanan, serta menavigasi peluang pembangunan,” ungkapnya.
-
Pemantapan Nilai Kebangsaan: Program seperti Lemhannas Goes to Campus, retret kepala daerah, retret Kadin, dan Kursus Pemantapan Pimpinan Daerah (KPPD) menjadi pilar dalam perluasan internalisasi nilai-nilai kebangsaan.
-
Pengukuran Indeks Ketahanan dan Kepemimpinan Nasional: Sistem pengukuran ketahanan nasional terus dimutakhirkan agar selaras dengan perkembangan global dan nasional.
Dinamika Geopolitik Global 2025: Cepat, Kompleks, dan Penuh Volatilitas
Kang Ace menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2025, konstelasi geopolitik global bergerak semakin cepat, kompleks, dan penuh volatilitas. Rivalitas strategis antara Amerika Serikat dan Tiongkok semakin nyata dalam kompetisi teknologi mutakhir, proteksionisme ekonomi, dan pembentukan aliansi baru yang menguatkan tatanan dunia multipolar.
“Konflik Rusia-Ukraina menunjukkan kecenderungan sebagai konflik berkepanjangan, sementara eskalasi di Gaza, Laut Merah, kawasan Timur Tengah, konflik India-Pakistan, dan Semenanjung Korea menegaskan bahwa isu kemanusiaan, energi, dan keamanan global tetap menjadi variabel penentu stabilitas dunia,” ujarnya.
Di kawasan Indo-Pasifik, tren peningkatan postur militer, intensifikasi kompetisi maritim, dan manuver kekuatan besar dunia semakin masif. Konflik di kawasan ASEAN, seperti Thailand-Kamboja, turut mewarnai dinamika geopolitik, menegaskan bahwa Indo-Pasifik telah bertransformasi menjadi episentrum baru geostrategi global.
“Dalam konteks tersebut, Indonesia telah memainkan peran diplomasi yang aktif, adaptif, dan berwibawa melalui pendekatan multiple alignment sebagai aktualisasi politik luar negeri bebas dan aktif dalam konfigurasi global kontemporer,” ucap Kang Ace. Kunjungan Presiden Prabowo ke sejumlah negara mitra strategis sepanjang 2024-2025 mempertegas posisi Indonesia sebagai global middle power yang memiliki pengaruh substantif di tingkat internasional.
Di tengah konfigurasi global tersebut, Lemhannas RI menilai ketahanan nasional Indonesia sepanjang 2025 berada pada kondisi cukup tangguh dengan skor 2,84, menunjukkan tren penguatan yang stabil. Hasil Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional (Labkurtannas) akhir 2025 menunjukkan posisi cukup tangguh pada gatra politik, ekonomi, serta sumber kekayaan alam.
Namun, beberapa gatra memerlukan perhatian khusus. Gatra sosial budaya masih rentan terhadap disinformasi, polarisasi digital, dan penetrasi nilai-nilai eksternal yang berpotensi menggerus karakter kebangsaan. Gatra pertahanan dan keamanan (Hankam) juga harus mendapat perhatian serius, terutama dalam peningkatan kemandirian industri pertahanan. Demikian pula gatra sumber kekayaan alam. “Walaupun berada pada posisi cukup tangguh, namun perlu mendapatkan perhatian karena sumber daya alam tidak hanya dipandang sebagai modal ekonomi, tetapi juga pilar penyangga kehidupan dan ketahanan nasional,” tegasnya. Secara keseluruhan, Lemhannas RI menyimpulkan bahwa stabilitas nasional sepanjang 2025 tetap terjaga dalam bingkai konsolidasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Outlook Ketahanan Nasional Indonesia 2026
Menyongsong tahun 2026, Kang Ace memproyeksikan Indonesia akan menghadapi berbagai dinamika:
-
Kondisi Global: Dampak rivalitas kekuatan besar menuntut Indonesia untuk mempertahankan posisi sebagai balancing force sekaligus constructive power dalam dinamika Indo-Pasifik, BRICS+, ASEAN, dan G20. “Perebutan sumber daya alam kritis dunia, khususnya nikel, bauksit, tembaga, dan logam tanah jarang (rare earth elements), akan semakin intensif,” ungkapnya. Indonesia perlu memperkuat hilirisasi, memperluas rantai pasok domestik, serta memastikan tata kelola yang transparan dan berkeadilan.
-
Kondisi Nasional: Isu penguatan industri pertahanan, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan ideologi diproyeksikan menjadi fase penting konsolidasi program prioritas nasional, sebagai fondasi utama keberhasilan Asta Cita.
-
Perubahan Iklim: Akan tetap menjadi tantangan multidimensional yang berdampak langsung pada geografi, ekonomi, sumber daya alam, dan keamanan nasional. “Karena itu, berbagai program pembangunan nasional, khususnya ekonomi, harus mempertimbangkan keseimbangan lingkungan yang berkelanjutan,” ujar Kang Ace. Ia mengingatkan, pengelolaan sumber kekayaan alam yang mengabaikan prinsip keseimbangan dan keberlanjutan dapat meningkatkan risiko ekologis dan memicu krisis sosial-ekonomi.
-
Teknologi Informasi dan AI: Perkembangan teknologi informasi dan Artificial Intelligence (AI) akan mempercepat kemajuan tatanan kehidupan dengan berbagai dampaknya. “Karena itu, Indonesia harus segera menguatkan ekosistem berbagai sektor yang berbasis digital disertai dengan SDM unggul yang berbasis science, technology, engineering, dan math (STEM),” tegasnya.






