Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk kasus dugaan korupsi terkait izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Kasus yang disebut merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun ini dihentikan setelah penyidik tidak menemukan kecukupan bukti.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa dugaan korupsi tersebut terjadi pada tahun 2009. Meskipun KPK telah mengumumkan tersangka pada tahun 2017, pendalaman penyidikan tidak menghasilkan bukti yang memadai.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Alasan Penghentian Penyidikan
“Bahwa tempus perkaranya adalah 2009 dan setelah dilakukan pendalaman pada tahap penyidikan tidak ditemukan kecukupan bukti,” ujar Budi Prasetyo pada Jumat, 26 Desember 2025.
Budi menambahkan, penerbitan SP3 ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak terkait. Ia juga menegaskan bahwa KPK tetap terbuka jika ada informasi atau bukti baru yang relevan dengan kasus ini.
“Sehingga KPK menerbitkan SP3 untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak terkait. Kami terbuka, jika masyarakat memiliki kebaruan informasi yang terkait dengan perkara ini untuk dapat menyampaikannya kepada KPK,” jelasnya.
Sebagai informasi, KPK memiliki kewenangan untuk menerbitkan SP3 setelah Undang-Undang KPK direvisi pada tahun 2019. Aturan mengenai penghentian perkara oleh KPK ini secara spesifik tercantum dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Penetapan Tersangka pada 2017
Sebelumnya, pada tahun 2017, KPK telah menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait izin pertambangan. Aswad diduga memperkaya diri sendiri dan menyalahgunakan kewenangan yang menyebabkan kerugian keuangan negara.
Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, mengumumkan penetapan tersangka tersebut di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pada Selasa, 3 Oktober 2017.
“Menetapkan ASW (Aswad Sulaiman) sebagai tersangka,” ucap Saut Situmorang.
Saut menjelaskan bahwa dugaan korupsi ini berkaitan dengan izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi di Konawe Utara. Tindak pidana yang disangkakan kepada Aswad diduga berlangsung antara tahun 2007 hingga 2009.
“Indikasi kerugian negara yang sekurang-kurangnya Rp 2,7 triliun yang berasal dari penjualan produksi nikel, yang diduga diperoleh dari proses perizinan yang melawan hukum,” kata Saut saat itu, merinci sumber kerugian negara dari penjualan produksi nikel yang berasal dari proses perizinan yang melanggar hukum.






