Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kesiapannya untuk melakukan pengawasan terhadap penyaluran dana bantuan bagi korban banjir dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatera. Fokus pengawasan ini adalah untuk memastikan bantuan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berwenang.
Ketua KPK, Setyo Budianto, menegaskan bahwa prioritas utama saat ini adalah memaksimalkan upaya tanggap darurat untuk para korban. “Prinsipnya, KPK tentu akan melakukan kegiatan pengawasan. Saat ini, proses yang lebih prioritas adalah tanggap terhadap para korban. Itu dulu yang harus dimaksimalkan,” ujar Setyo dalam sebuah konferensi pers pada Senin (8/12/2025).
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Menurut Setyo, setelah bantuan tersalurkan kepada korban, KPK akan menjalin kerja sama dengan birokrasi dan pihak terkait lainnya untuk melakukan pendampingan lebih lanjut. “Nanti setelah itu, tentu ada kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk melakukan pendampingan,” jelasnya.
Menanggapi pertanyaan mengenai kemungkinan adanya jaksa KPK yang terdampak bencana di Sumatera, Setyo mengklarifikasi bahwa sejauh ini tidak ada personel KPK yang mengalami dampak langsung. “Sementara yang ke sana tidak ada,” tegasnya.
Estimasi Biaya Pemulihan Capai Puluhan Triliun Rupiah
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, memperkirakan total biaya pemulihan untuk daerah terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai Rp 51,82 triliun.
Perkiraan ini disampaikan Suharyanto dalam rapat terbatas yang dihadiri Presiden Prabowo Subianto beserta jajaran kementerian dan lembaga di Lanud Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, pada Minggu (7/12/2025) malam. “Kami laporkan secara nasional dari Kementerian PU (Pekerjaan Umum) dengan penjumlahan dari tiga provinsi, estimasi yang diperlukan dana adalah Rp 51,82 triliun,” ungkap Suharyanto, seperti dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Rinciannya, Provinsi Aceh sendiri diperkirakan membutuhkan dana pemulihan sekitar Rp 25,41 triliun. Di provinsi tersebut, tercatat sebanyak 37.546 rumah mengalami kerusakan, mulai dari kategori ringan, sedang, hingga berat. Kerusakan masif juga dilaporkan melanda berbagai fasilitas publik vital, termasuk jembatan, jalan, tempat ibadah, sekolah, pondok pesantren, rumah sakit, dan puskesmas.
Sektor pertanian juga tidak luput dari dampak bencana, mencakup kerusakan pada lahan tanaman pangan, ternak, sawah, kebun, tambak, serta sejumlah kantor pemerintahan. “Tadi dari Bapak Menteri PU, khusus untuk Aceh saja, pemulihan sampai dengan saat ini untuk mengembalikan kondisi seperti semula membutuhkan anggaran Rp 25,41 triliun,” tambah Suharyanto.






