PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan PT Polytama Propindo (Polytama) memperbarui komitmen kerja sama dalam Kontrak Jual Beli Produk Propylene. Perjanjian ini berlaku untuk lima tahun ke depan, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2030, sebagai langkah strategis mendukung hilirisasi petrokimia nasional.
Sinergi ini merupakan wujud nyata dukungan terhadap Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam memperkuat ketahanan energi, akselerasi hilirisasi industri, dan keberlanjutan ekonomi hijau. Direktur Optimasi Feedstock & Produk KPI, Erwin Suryadi, menyatakan bahwa kolaborasi ini berpotensi menghemat devisa negara hingga Rp17,5 triliun per tahun.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Erwin menjelaskan, “Kolaborasi ini sekaligus ditujukan untuk menekan ketergantungan impor PP yang saat ini masih berada di kisaran 1–1,5 juta ton per tahun, serta meningkatkan efisiensi operasional dan keuntungan konsolidasi di tingkat grup. Melalui jaminan stabilitas suplai bahan baku dari sisi hulu yang didukung oleh infrastruktur pipa eksisting yang telah beroperasi, KPI memberikan kepastian pasokan yang efisien bagi Polytama sebagai pihak hilir, sehingga kemitraan ini memberikan manfaat optimal dan berkelanjutan bagi kedua belah pihak.”
Pembaruan kerja sama ini menjadi tonggak penting dalam hilirisasi petrokimia di Indonesia, sejalan dengan Asta Cita Pemerintah. Erwin menambahkan bahwa kehadiran Polytama sebagai mitra hilir sangat strategis untuk menyerap produk kilang seperti propylene dan mengolahnya menjadi PP bernilai tambah tinggi. Ini sekaligus memecahkan persoalan klasik sektor migas terkait pasar produk hulu.
“Dengan adanya kerja sama antara KPI dengan Polytama, memudahkan kita untuk melakukan pengembangan, termasuk diversifikasi dan penguatan agar produk yang dihasilkan oleh kilang bisa dimaksimalkan lagi dan memberikan manfaat bagi masyarakat,” urai Erwin.
VP Commercial & Sales KPI, Aji Danardono, menegaskan bahwa sinergi ini tidak hanya mencakup suplai produk hulu petrokimia yaitu Propylene untuk diolah menjadi produk hilir petrokimia yaitu PP, tetapi juga komitmen nyata terhadap konsep energi hijau. Kedua perusahaan telah meraih PROPER EMAS, menunjukkan dedikasi mereka dalam menghasilkan produk ramah lingkungan.
KPI, misalnya, memproduksi Green Diesel (HVO), Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang merupakan bahan bakar pesawat terbang dari minyak jelantah, serta Green Coke Pertamina sebagai solusi energi padat rendah emisi. Sementara itu, Polytama mengimplementasikan Green Catalyst (Non Phthalate) untuk produk seperti thin wall (TWIM) bersertifikasi UL Green Label dan Spun bond bersertifikasi Environmental Product Declaration (EPD).
“Kedua perusahaan telah diakui memiliki perspektif lingkungan dalam menjalankan bisnisnya. Rekam jejak tersebut menunjukkan sinergi terintegrasi fisik hulu–hilir guna mendukung keberlanjutan energi hijau di Indonesia,” tegas Aji.
Menanggapi pembaruan kerja sama ini, Direktur Komersial dan Support Polytama, Dwinanto Kurniawan, menyatakan bahwa Polytama berkomitmen membangun fondasi industri petrokimia yang tangguh sebagai pilar ekonomi nasional. Ini sejalan dengan penegasan pemerintah akan pentingnya transformasi dari eksportir bahan mentah menjadi produsen barang bernilai tambah. Jaminan pasokan berkelanjutan dari KPI memungkinkan Polytama memastikan stabilitas bahan baku bagi ribuan industri manufaktur.
“Sejalan dengan pertumbuhan kelas menengah industri, termasuk kemasan tangan higienis, alat medis dan komponen otomotif, maka keandalan pasokan yang sepenuhnya dari dalam negeri pada akhirnya akan mampu menghemat devisa, sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan, melalui ekonomi hijau,” tutur Dwinanto.






