Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan perilaku perundungan atau bullying di lingkungan pendidikan, khususnya madrasah dan pondok pesantren, tidak boleh dianggap remeh. KPAI menyoroti potensi fatal yang dapat ditimbulkan, mulai dari luka fisik hingga korban mengakhiri hidup.
Anggota KPAI, Diyah Puspitarini, menyatakan bahwa kasus perundungan di lembaga pendidikan tersebut seringkali melibatkan lebih dari satu pelaku. “Kasus bullying di madrasah dan pondok pesantren tidak bisa dianggap remeh, karena rata-rata pelaku lebih dari satu orang,” kata Diyah saat dihubungi di Jakarta, Selasa (30/12).
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Diyah menambahkan, dampak perundungan tidak hanya terbatas pada cedera fisik yang berujung kematian, tetapi juga tekanan mental akibat perundungan verbal yang bisa mendorong korban untuk bunuh diri. “Ini yang menjadi keresahan KPAI, jika dibiarkan, bullying bisa mengakibatkan anak mengakhiri hidup,” tegasnya.
Kasus-kasus Perundungan Berujung Kematian
Keresahan KPAI ini didasari oleh beberapa kasus tragis yang terjadi baru-baru ini:
- Pada 28 Oktober 2025, seorang siswi MTs Negeri berinisial AK (14) di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, ditemukan tewas diduga mengakhiri hidup di rumahnya. Di lokasi kejadian, ditemukan secarik kertas berisi tulisan tangan yang diduga pesan terakhir korban, menguatkan dugaan bahwa ia mengalami perundungan di sekolah. Polres Sukabumi masih terus menyelidiki kasus ini.
- Kasus serupa juga menimpa AR (13), seorang siswa MTs di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang meninggal dunia pada 12 Agustus 2025. AR diduga menjadi korban perundungan oleh empat temannya. Polres Brebes juga masih dalam tahap penyelidikan.
- Di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, seorang santri berinisial MMA (12) tewas diduga akibat perundungan di Pondok Pesantren Santri Manjung. Polisi telah menetapkan tiga santri yang merupakan teman korban sebagai pelaku atau anak berhadapan dengan hukum (ABH).
Rentetan kasus ini menjadi pengingat serius bagi semua pihak, terutama institusi pendidikan dan orang tua, untuk lebih proaktif dalam mencegah dan menangani perundungan demi perlindungan anak-anak.






