Sukeni (82), seorang lansia yang hidup sebatang kara di Desa Astapada, Kabupaten Cirebon, menjadi saksi bisu kepedulian yang melampaui keterbatasan fisik. Di tengah kondisi rumahnya yang sederhana, ia merasakan hangatnya perhatian dari Ketua RT 03, Hanisa (45), serta perangkat desa dan pemerintah daerah. Hanisa, yang juga seorang ibu tunggal, secara rutin mendatangi Sukeni untuk membawakan makanan, minuman, dan membantu segala keperluan harian, bahkan setelah ia bekerja sebagai buruh pabrik rotan.
Perhatian terhadap Sukeni bukan sekadar bantuan materi. Hanisa memastikan lansia tersebut terdata dalam administrasi desa, memiliki identitas kependudukan, dan terjamin kesehatannya. Tawaran untuk tinggal di panti asuhan sempat diberikan, namun Sukeni memilih untuk tetap berada di rumahnya.
Korupsi Sosial dan Keteguhan Hati
Bagi Hanisa, jabatan sebagai Ketua RT bukan sekadar amanah, melainkan wujud kepedulian terhadap warganya. Ia menganggap sikap acuh dan pembiaran terhadap warga yang membutuhkan adalah bentuk ‘korupsi sosial’. Baginya, korupsi tidak hanya sebatas materi, tetapi juga hilangnya rasa peduli terhadap lingkungan sekitar.
“Kalau bantuan sembako ke Bu Sukeni kami gotong royong. Ke warga lain juga begitu. Kami juga bekerja sama dengan semua pihak untuk data warga. Semuanya harus terdata agar bantuan dari pemerintah tepat sasaran, tidak bisa dikorupsi, dan semuanya tidak dipungut biaya,” ujar Hanisa bersama Sekretaris Desa Astapada, Nuraeli, pada Senin (8/12/2025) siang.
Di tengah kesibukannya sebagai ibu tunggal dan buruh pabrik, Hanisa bertekad membuktikan bahwa kesungguhan dalam menjalankan amanat dan kepedulian sosial adalah nilai-nilai antikorupsi yang fundamental.
Tertib Administrasi dan Transparansi Desa
Kepala Desa Astapada, Komala, yang merupakan kepala desa perempuan termuda di Kabupaten Cirebon, menjadikan tertib administrasi dan pelaporan transparan sebagai prioritas sejak dilantik pada akhir 2021. Ia mewajibkan setiap kegiatan dilaporkan secara tertulis dan disampaikan kepada publik untuk mendorong keterbukaan informasi.
Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Desa, Komala membuka ruang partisipasi masyarakat dan memastikan seluruh elemen pemerintahan desa aktif merumuskan perencanaan. Rincian anggaran desa dipublikasikan melalui berbagai kanal, termasuk baliho, papan pengumuman, grup WhatsApp, hingga media sosial, agar masyarakat berhak mengetahui alokasi dana desa.
“Seperti pemeriksaan tim inspektorat tahun kemarin. Mereka minta laporan kegiatan A, kami langsung kasih berkasnya, minta laporan kegiatan B, kami langsung kasih, dan semuanya ada, lengkap, tak ditunda-tunda. Bahkan, kami hadirkan warga dan pihak yang terlibat dalam program-program desa,” kata Komala di kantornya, Senin (8/12/2025) siang.
Sistem pemerintahan yang bersih ini membawa Desa Astapada meraih Penghargaan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tingkat Kabupaten Cirebon tahun 2024 dan menjadi salah satu dari 43 Desa Antikorupsi yang didorong oleh Inspektorat Kabupaten Cirebon.
Prinsip Komala juga tercermin dalam kehidupan rumah tangganya. Ia mengajarkan sembilan nilai antikorupsi kepada putranya, Umar Rajif (7), meliputi Jujur, Mandiri, Adil, Tanggung Jawab, Berani, Sederhana, Peduli, Disiplin, dan Kerja Keras.
Peran Strategis Perempuan Melawan Korupsi
Alifatul Arifiati (38), seorang aktivis perempuan dan akademisi dari Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya sebatas penindakan, tetapi juga pencegahan melalui pembentukan karakter sejak dini.
Menurut Alif, perempuan memegang peran strategis dalam tiga dimensi: domestik, komunitas, dan organisasi masyarakat luas. Sebagai ibu, perempuan adalah pembentuk karakter pertama yang menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan empati. Di komunitas, mereka menjadi teladan melalui kegiatan sosial, dan di organisasi masyarakat, perempuan mendorong budaya transparansi dan akuntabilitas.
“Pola pikir antikorupsi ini tidak lahir tiba-tiba pada usia dewasa, ia dibentuk sejak kecil, waktu yang sangat panjang, dan melalui kebiasaan sederhana seperti tidak boleh mengambil hak orang lain, tidak mencontek, dan sensitif terhadap lingkungan,” jelas Alif saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/11/2025) siang.
Alif menambahkan, kepemimpinan perempuan cenderung lebih kolaboratif, terbuka, dan akuntabel, yang menjadi kekuatan dalam memerangi korupsi di berbagai lini. Kisah Hanisa dan Komala menjadi bukti nyata bagaimana kepedulian dan transparansi, dimulai dari hal terkecil, dapat menjadi garda terdepan dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.






