Ratusan warga Kota Homs, Suriah, dalam suasana duka mendalam, mengiringi pemakaman delapan korban tewas akibat serangan bom di sebuah masjid. Prosesi pemakaman berlangsung pada Sabtu (27/12/2025) waktu setempat, sehari setelah ledakan dahsyat mengguncang Masjid Imam Ali bin Abi Talib dan melukai sedikitnya 18 orang lainnya.
Meski hujan turun dan udara dingin menyelimuti, para pelayat tetap memadati area sekitar lokasi kejadian di kawasan Wadi Al-Dhahab. Wilayah ini dikenal mayoritas dihuni oleh komunitas minoritas Alawite. Setelah upacara singkat, iring-iringan kendaraan bergerak perlahan menuju pemakaman untuk mengantarkan jenazah para korban ke peristirahatan terakhir mereka.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Penyelidikan dan Klaim Tanggung Jawab
Pihak berwenang Suriah menyatakan hasil penyelidikan awal mengindikasikan bahwa bahan peledak ditanam di dalam masjid. Namun, hingga berita ini diturunkan pada Senin (29/12/2025), aparat belum secara resmi mengumumkan identitas pelaku di balik serangan mematikan tersebut.
Sebuah kelompok yang relatif tidak dikenal, Saraya Ansar Al-Sunna, mengklaim bertanggung jawab atas aksi teror ini melalui pernyataan yang dirilis di kanal Telegram mereka. Dalam pernyataannya, kelompok tersebut secara eksplisit menyebut serangan itu ditujukan kepada komunitas Alawite, cabang dari Islam Syiah yang oleh kelompok ekstrem dianggap sebagai aliran sesat.
Kelompok Saraya Ansar Al-Sunna juga sebelumnya mengklaim sebagai pelaku serangan bunuh diri pada Juni lalu. Kala itu, sebuah gereja Ortodoks Yunani di kawasan Dweil’a, pinggiran Damaskus, menjadi sasaran. Seorang pria bersenjata melepaskan tembakan sebelum meledakkan rompi peledak di tengah ibadah hari Minggu, menewaskan 25 jemaat.
Kesaksian Mengerikan dari Lokasi Kejadian
Abu Ahmad, seorang warga sekitar masjid yang meminta namanya disamarkan demi alasan keamanan, mengaku tengah berada di rumah saat mendengar suara ledakan yang sangat dahsyat. Bersama warga lainnya, ia segera bergegas menuju masjid dan mendapati jemaah berlarian keluar dalam keadaan panik.
“Kami masuk untuk membantu para korban. Lantainya penuh darah, dan potongan tubuh berserakan,” tutur Abu Ahmad, menggambarkan kengerian yang ia saksikan langsung.
Abu Ahmad menegaskan, meskipun kawasan tersebut mayoritas dihuni warga Alawite, masjid itu selama ini terbuka bagi siapa pun tanpa memandang latar belakang mazhab. “Ini rumah Tuhan. Pintu masjid selalu terbuka untuk semua orang. Tidak pernah ada yang ditanya asal-usulnya,” katanya, menekankan prinsip keterbukaan rumah ibadah tersebut.
Karena lokasi masih dipasangi garis polisi, para pelayat tidak diizinkan masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan salat pada Sabtu itu. Mereka pun menunaikan ibadah di luar area masjid. Usai salat, sejumlah pelayat terlihat berbaris di jalan sambil meneriakkan “Ya Ali,” seruan yang merujuk kepada Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW yang oleh umat Syiah diyakini sebagai penerus sah kepemimpinan umat Islam.






