Pedagang daging ayam di Pasar Puri Baru, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menghadapi tekanan ganda menjelang akhir tahun. Penjualan anjlok akibat harga ayam yang terus merangkak naik, diperparah oleh dampak program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai mengurangi minat beli masyarakat.
Harga daging ayam di pasar tradisional itu kini bertengger di angka Rp40.000 per kilogram. Padahal, beberapa waktu lalu harganya masih berkisar Rp37.000 hingga Rp38.000. Kenaikan ini dipicu oleh peningkatan harga pokok ayam hidup yang sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir.
Riris, salah seorang pedagang daging ayam di Pasar Puri Baru, mengungkapkan kekhawatiran akan potensi kenaikan lebih lanjut. “Kemarin-kemarin masih Rp37.000, Rp38.000. Naiknya itu karena harga hidupnya sudah naik Rp3.000 per kilogram. Sudah tiga bulan ini harganya tidak mau turun,” ujarnya kepada wartawan.
Lonjakan harga ini secara langsung berdampak pada daya beli konsumen. “Pembeli jelas berkurang, ya karena harganya makin tinggi,” tambah Riris.
Dampak Program Makanan Bergizi Gratis
Selain kenaikan harga, Riris juga mengaitkan penurunan omzet penjualannya dengan program MBG. Ia memperkirakan program tersebut mengurangi signifikan jumlah pembeli harian.
Biasanya, Riris mampu menjual hingga 2 kuintal daging ayam setiap harinya. Namun, kini, penjualan 1,5 kuintal saja sudah dianggap sebagai pencapaian. “Karena program MBG, orang jarang beli daging ayam. Anak-anak kan sudah dapat ayam dari sekolah. Jadi ibu-ibu belinya sedikit-sedikit, bahkan jarang,” tuturnya.
Situasi serupa dirasakan oleh para pedagang kaki lima dan penjual jajanan yang biasa membeli daging ayam dalam jumlah besar. Mereka kini terpaksa mengurangi volume pembelian, yang semakin menyempitkan ruang gerak pedagang kecil seperti Riris.
“Dari bakul yang jual di pinggiran, biasanya buat sempolan atau pentol, sekarang sudah banyak yang berhenti ambil di sini,” keluhnya.
Harapan Keterlibatan Pedagang Kecil
Menghadapi kondisi ini, Riris berharap program MBG ke depan dapat lebih merangkul pedagang kecil agar turut merasakan manfaat ekonominya. Ia menilai bahwa selama ini, pasokan untuk program tersebut cenderung didominasi oleh pemain besar.
“Fokusnya mungkin ke satu supplier saja. Bos besar. Kami pedagang kecil ini jadi makin berkurang pembelinya. Kalau bisa ya ada pemerataan,” harapnya.
Riris juga mendambakan stabilnya harga daging ayam. Ia menyebutkan bahwa harga jual Rp40.000 per kilogram hanya menyisakan keuntungan yang sangat tipis. Idealnya, harga jual yang menguntungkan baginya adalah sekitar Rp42.000 per kilogram.
Penurunan penjualan yang beriringan dengan kenaikan harga membuat para pedagang berharap adanya kebijakan yang lebih berpihak pada pelaku usaha kecil. Hal ini penting agar roda ekonomi di tingkat bawah tetap berputar di tengah tekanan pasar menjelang akhir tahun.
Menanggapi keluhan pedagang, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kabupaten Pati, Bhakti Junior Isrony, mengaku belum menerima informasi resmi mengenai hal tersebut. “Saya belum dapat informasi soal itu, mas,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa koordinasi dengan Dinas Pertanian akan dilakukan untuk memantau harga di pasaran.






