Kabar baik bagi masyarakat, khususnya generasi muda yang kerap dihantui kecemasan dan overthinking. BPJS Kesehatan kini secara resmi memberikan jaminan untuk pemeriksaan dan pengobatan terkait masalah kesehatan mental. Keputusan ini mencakup penanganan gangguan kecemasan, depresi, hingga burnout yang lazim dialami oleh kalangan Gen Z.
Langkah ini disambut antusias oleh para generasi muda yang semakin sadar akan pentingnya kesehatan mental. Nakeisha, seorang Gen Z, mengungkapkan bahwa faktor tuntutan pekerjaan, jadwal padat, hingga perbandingan diri dengan pencapaian orang lain menjadi pemicu utama rasa lelah mental atau burnout. “Biasa karena tuntutan numpuk, jadwal padet, sama kerja di luar passion. apalagi kalau tiap hari lihat achievements orang lain, jadi makin ngerasa harus ngejar terus capek sendiri,” ujarnya.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Nakeisha menilai kebijakan BPJS Kesehatan yang mencakup layanan kesehatan mental sangat positif. Menurutnya, hal ini akan memudahkan akses bagi mereka yang membutuhkan bantuan profesional tanpa terbebani biaya. “Menurut gue itu bagus banget, soalnya bisa ngebantu orang yang butuh tapi sering kehalang biaya. jadi aksesnya makin kebuka dan orang ga harus nahan ke psikolog cuma karena mahal,” tuturnya.
Senada dengan Nakeisha, Dimas, Gen Z lainnya, berpandangan bahwa layanan ini merupakan langkah krusial. Ia menekankan kesetaraan pentingnya kesehatan mental dengan kesehatan fisik. “Menurut gua itu langkah yang bagus. Mental health tuh real, sama pentingnya kayak kesehatan fisik. Kalau ada BPJS cover, orang jadi punya akses ke support profesional tanpa worry soal biaya,” kata Dimas.
Akses dan Kendala Layanan
Psikolog Rizky Putri Hutagalung mengakui bahwa layanan BPJS Kesehatan untuk kesehatan mental sudah berjalan baik, meskipun ia mencatat masih ada beberapa kendala, terutama terkait ketersediaan di fasilitas tingkat pertama (FKTP). “Misalnya secara alur, sudah jelas, lewat faskes 1, diakui, dijamin, akses tersedia. Tapi memang belum semua faskes 1 menyediakan akses ini. Umumnya baru tersedia di faskes 1 di perkotaan,” jelas Rizky.
Ia menambahkan bahwa jika FKTP tidak menyediakan layanan kesehatan mental, pasien akan mendapatkan rujukan ke fasilitas lanjutan. Rizky juga menyoroti fenomena Gen Z yang kerap melakukan self-diagnosis melalui informasi di media sosial. Ia mengingatkan agar tidak terburu-buru memberi label pada diri sendiri.
Menurut Rizky, perasaan cemas, lelah, overthinking, atau overwhelmed adalah respons manusiawi dan belum tentu mengindikasikan adanya gangguan klinis. “Kalau gejalanya terus muncul, mengganggu aktivitas, atau membuat hari-hari kamu terasa berat, itu saat yang tepat utk datang dan konsultasi ke profesional, bukan langsung mengambil kesimpulan sendiri,” pesannya.
Ia menekankan bahwa pemahaman mengenai kesehatan mental adalah sebuah perjalanan. “Memahami kesehatan mental itu adalah perjalanan, sebuah proses. Kesehatan mental bukan suatu perlombaan ‘aku punya apa’. Kamu layak dipahami secara utuh, bukan hanya berdasarkan potongan konten 60 detik di media sosial,” imbuhnya.
Jaminan BPJS untuk Gangguan Kejiwaan
Kepala Puskesmas Kramat Jati, Indah Mutiara, mengonfirmasi bahwa layanan kesehatan mental memang telah ditanggung oleh BPJS Kesehatan. “Untuk pasien dengan orang dengan gangguan masalah kejiwaan (ODMK) dan orang dengan masalah kejiwaan (ODGJ) dapat ditanggung oleh BPJS, baik pemeriksaan dan pengobatan sesuai dengan standar pelayanan dan obat pasien di FKTP/ Puskemas,” terang Indah.
Ia menambahkan, penanganan lebih lanjut akan dilakukan melalui rujukan ke rumah sakit menggunakan BPJS. Namun, ada beberapa jenis layanan yang tidak ditanggung, seperti pemeriksaan mimpi dan psikotes. “Yang tidak ada dan tidak ditanggung yaitu pemeriksaan mimpi, pemeriksaan psikotest,” jelasnya.
Keberadaan layanan kesehatan mental yang ditanggung BPJS Kesehatan ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat, terutama Gen Z, untuk mendapatkan bantuan profesional tanpa rasa khawatir akan biaya. Langkah ini menjadi momentum penting dalam upaya membangun kesadaran dan kepedulian terhadap isu kesehatan mental di Indonesia.




