Bareskrim Polri berhasil memulangkan sembilan warga negara Indonesia (WNI) dari Kamboja yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Para korban dipaksa bekerja sebagai pelaku online scam dan admin judi online, serta mengalami penyiksaan fisik dan psikis. Salah satu korban bahkan diketahui tengah mengandung enam bulan saat diselamatkan.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni menjelaskan, kesembilan WNI tersebut berhasil menyelamatkan diri dari lokasi kerja mereka. Mereka kemudian melapor ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
“Pada saat kami temukan, kesembilan orang tersebut telah berhasil lari dan menyelamatkan diri dari lokasi-lokasi mereka bekerja. Bahwa korban melarikan diri dari tempat pekerjanya masing-masing dikarenakan selalu mendapatkan perlakuan kekerasan, baik fisik maupun psikis di tempat mereka bekerja,” kata Irhamni saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/12/2025).
Irhamni menuturkan, para korban saling bertemu saat melaporkan diri ke KBRI Kamboja pada akhir November 2025. Karena ketakutan, mereka memutuskan untuk tinggal bersama dan tidak kembali ke lokasi kerja.
“Para korban saling bertemu pada saat melaporkan diri ke KBRI Kamboja pada akhir bulan November 2025 dan selanjutnya memutuskan untuk tinggal bersama karena mereka ketakutan dan tidak mau kembali ke tempat mereka bekerja,” ujarnya.
Menurut Irhamni, penyiksaan dialami para korban lantaran tidak memenuhi target kerja yang ditetapkan oleh atasan mereka. Sebagian besar korban dipaksa bekerja sebagai pelaku online scam.
“Kemudian penyiksaan yang dilakukan itu mereka terima karena ternyata mereka bekerja di online scam ataupun di judi online, tetapi rata-rata sebagian besar 90% adalah yang bermasalah ini di online scam. Mereka tidak sesuai target yang ditargetkan oleh bosnya. Makanya dia diberikan sanksi,” jelas Irhamni.
Bentuk penyiksaan yang diterima para korban bervariasi, mulai dari hukuman fisik ringan hingga berat.
“Dari mulai teringan dia push up, kemudian sit up, kemudian lari di lapangan selama 300 kali di lapangan futsal. demikian,” lanjutnya.
Kesempatan melarikan diri didapat para korban saat diajak keluar oleh atasan mereka. Mereka memanfaatkan kelengahan pengamanan untuk kabur ke KBRI Phnom Penh.
“Jadi peluang melarikan diri itu pada saat dia diajak makan ke luar bersama. Pada saat lengah bosnya ataupun pengamanannya itu, dia melarikan diri ke Phnom Penh ke KBRI,” kata Irhamni.
Saat ditemukan oleh penyelidik, seluruh korban dalam kondisi sehat. Namun, salah satu korban bernama Saudari Aisyah diketahui tengah mengandung dengan usia kandungan enam bulan.
“Alhamdulillah saat ditemukan oleh penyelidik, sembilan korban dalam keadaan sehat dan salah satu korban bernama Saudari Aisyah dalam keadaan mengandung dengan usia kandungan enam bulan,” ujar Irhamni.
Terkait modus keberangkatan, Irhamni mengungkap para korban berangkat dengan cara yang berbeda-beda. Salah satunya diiming-imingi pekerjaan dengan gaji tinggi.
“Salah satunya adalah korban dan bersama suaminya diiming-imingi oleh seseorang yang mengaku sebagai operator di sana, untuk bekerja di perusahaan dengan dijanjikan gaji 9 juta rupiah per bulan,” kata Irhamni.
Korban dijanjikan bekerja sebagai operator komputer, dengan seluruh dokumen perjalanan difasilitasi oleh sponsor. Mereka tertarik dengan tawaran tersebut.
“Bahwa sponsor menjelaskan mereka akan dipekerjakan sebagai operator komputer. Kemudian korban tertarik dengan ajakan tersebut dan seluruh dokumen seperti paspor, visa, dan tiket keberangkatan dibantu dan disiapkan,” jelasnya.
Namun, setibanya di Kamboja, paspor korban diambil dan mereka dibawa ke lokasi kerja. Irhamni menambahkan, para korban tidak menyadari bahwa mereka akan dipekerjakan sebagai scammer.
“Kebetulan mereka baru pertama kali menuju Kamboja, mereka tidak paham lokasi itu ada di mana, sehingga mereka terima-terima saja ternyata dia dipekerjakan sebagai scammer,” kata Irhamni.
Bareskrim Polri menerapkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang serta Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Kami segera melakukan pendalaman pemeriksaan terhadap saksi-saksi ataupun korban ini. Kemudian segera menerbitkan laporan polisi, melakukan koordinasi dengan Hubinter, KBRI di Kamboja. Kemudian mengejar, merekrut team leader dan bos pelaku yang menikmati semua keuntungan dari pekerja kita ini,” tegas Irhamni.






