Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengambil langkah tegas dengan menghentikan izin pembangunan perumahan di kawasan yang teridentifikasi rawan bencana. Keputusan ini diambil menyusul moratorium penerbitan izin perumahan di wilayah Bandung Raya yang telah dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat.
Saat ini, Pemkab Bandung Barat tengah melakukan inventarisasi menyeluruh terhadap seluruh proyek pembangunan. Tujuannya adalah untuk memastikan kepatuhan terhadap tata ruang yang berlaku dan mengevaluasi risiko mitigasi bencana alam di wilayah tersebut. Pendataan ini krusial untuk memilah proyek yang sudah berizin dan yang beroperasi tanpa izin.
Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, menjelaskan bahwa proses pendataan ini akan mengidentifikasi proyek mana saja yang telah mengantongi izin dan mana yang belum. Selain itu, pemerintah juga akan memeriksa apakah ada pembangunan yang melanggar ketentuan tata ruang atau berlokasi di zona merah yang rentan terhadap bencana.
“Tentu kami lagi proses inventarisasi (pendataan) mana yang sudah ada perizinan atau belum. Mana yang melanggar tata ruang dan berada di zona merah rawan bencana. Itu nanti kami akan cek,” ujar Jeje di Padalarang, Senin (8/12/2025).
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat Nomor 177/PUR.06.02.03/DISPERKIM. Aturan tersebut mengatur tentang evaluasi ulang pembangunan di wilayah yang tidak sesuai peruntukan tata ruang, penghentian sementara penerbitan izin baru, serta peningkatan pengawasan teknis di lapangan.
Jeje menegaskan bahwa langkah ini sangat penting untuk mengendalikan laju pembangunan dan menjaga keselamatan lingkungan warga. Ia menekankan bahwa proyek yang berpotensi membahayakan akan dihentikan.
“Sekarang baru mau diinventarisasi dulu. Yang sekiranya tidak bisa dilanjutkan ya pasti kami stop karena ini menyangkut alam,” kata Jeje.
Bupati menyambut baik kebijakan Gubernur Jawa Barat tersebut, menilai langkah itu sebagai strategi krusial mengingat maraknya insiden bencana yang kerapkali dipicu oleh pembangunan di zona berisiko. Ia tidak ingin peristiwa serupa terjadi di Bandung Barat.
“Karena sudah banyak contoh-contoh musibah yang terjadi, saya tidak ingin di Bandung Barat terjadi hal demikian,” sebut Jeje.
Hasil inventarisasi nantinya akan mengklasifikasikan proyek perumahan ke dalam tiga kategori: dapat dilanjutkan, dapat dilanjutkan dengan syarat tertentu, atau tidak dapat dilanjutkan sama sekali. Pencabutan izin secara permanen dapat dilakukan apabila sebuah proyek terbukti melanggar tata ruang, berlokasi di zona terlarang, atau berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.
“Jadi, kami harus benar-benar menginventarisasi mana yang bisa dilanjutkan, mana yang bisa dilanjutkan tapi bersyarat, dan juga yang tidak bisa dilanjutkan sama sekali,” tutur Jeje.
Mengenai jumlah pasti proyek yang akan terdampak oleh kebijakan ini, Jeje mengakui bahwa pihaknya baru menerima data awal dari dinas terkait. Namun demikian, ia memastikan kesiapan penuh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat untuk mematuhi arahan gubernur dalam menghentikan penerbitan izin pembangunan perumahan di area berisiko.
“Siang ini baru mendapatkan data-datanya dari dinas terkait. Intinya saya sangat setuju surat edaran dari Bapak Gubernur. Beliau memikirkan untuk masa depan bangsa Indonesia dan menjaga alamnya,” katanya.






