Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyatakan dukungan penuh terhadap wacana pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Bamsoet menilai sistem ini dapat menekan praktik politik uang dan ongkos politik yang tinggi, seperti yang diterapkan di berbagai negara seperti Malaysia, India, Inggris, Kanada, dan Australia.
Wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini sebelumnya dilontarkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada acara Puncak HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, GBK, Jakarta, pada 5 Desember 2025.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Menurut Bamsoet, pengalaman panjang Pilkada langsung di berbagai daerah menunjukkan banyak persoalan struktural yang belum terselesaikan. Ia menyoroti politik biaya tinggi, maraknya politik uang, hingga meningkatnya kasus korupsi kepala daerah sebagai peringatan keras bahwa sistem yang ada belum sepenuhnya menghasilkan kepemimpinan daerah yang efektif dan berintegritas.
“Pilkada langsung sering kali berubah menjadi kontestasi modal. Banyak calon harus mengeluarkan biaya sangat besar sejak proses pencalonan, kampanye, hingga jelang pencoblosan. Situasi ini menciptakan lingkaran setan, karena ketika terpilih, kepala daerah terdorong mengembalikan modal politiknya melalui cara-cara yang menyimpang,” ujar Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Selain itu, Bamsoet juga menyoroti aspek efisiensi anggaran negara. Pilkada langsung membutuhkan biaya sangat besar, mulai dari logistik pemungutan suara, pengamanan, hingga potensi pemungutan suara ulang yang kerap terjadi akibat sengketa hasil.
Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menunjukkan tingginya angka kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Sejak tahun 2024 hingga Mei 2025, KPK mencatat sebanyak 201 kepala daerah, mulai dari Wali Kota hingga Gubernur, terjerat kasus korupsi. Sebagian besar perkara tersebut berkaitan dengan perizinan, proyek infrastruktur, serta pengelolaan anggaran daerah.
“Pilkada melalui DPRD sebagai alternatif yang lebih rasional dan terukur. DPRD sebagai representasi rakyat memiliki kapasitas menilai rekam jejak, kapabilitas, serta integritas calon kepala daerah melalui mekanisme yang lebih tertutup dari maraknya politik uang di lapangan, namun tetap bisa dibuat transparan dan akuntabel,” kata Bamsoet.
Ia menambahkan, perubahan sistem Pilkada harus dibarengi dengan penguatan integritas DPRD. Transparansi proses pemilihan, pengawasan publik, serta sanksi tegas bagi anggota dewan yang menyalahgunakan kewenangan menjadi syarat mutlak agar sistem ini berjalan sehat dan dipercaya masyarakat.
“Dukungannya terhadap Pilkada melalui DPRD bukan langkah mundur dalam demokrasi, melainkan upaya memperbaiki kualitas demokrasi agar lebih substansial. Demokrasi tidak semata diukur dari proses pemungutan suara langsung, tetapi dari hasilnya yakni pemerintahan yang bersih, efektif, dan berpihak pada rakyat,” tutup Bamsoet.






