Internasional

Agus Gumiwang: 80% Manufaktur Diserap Domestik, Kekuatan Utama RI

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa kekuatan utama industri manufaktur nasional saat ini bertumpu pada pasar domestik, bukan semata-mata ekspor. Ia menyebut masyarakat dan pelaku usaha tidak perlu terlalu khawatir terhadap kinerja ekspor Indonesia, meskipun pemerintah tetap agresif membuka akses pasar global.

Pasar Domestik sebagai Penopang Utama

“Kita semua tidak perlu terlalu khawatir mengenai ekspor ya. Ekspor menjadi bagian penting yang kita akan terus kembangkan untuk mencari pasar-pasar ekspor baru,” ujar Agus di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (31/12/2025).

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Agus menjelaskan, pemerintah terus berupaya membuka akses pasar global melalui berbagai perjanjian dagang strategis. Salah satunya adalah penyelesaian Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (IU-CEPA) yang dinilai akan membuka peluang ekspor ke pasar yang sangat besar.

“Kita sudah menandatangani sudah hampir menyelesaikan IU-CEPA, itu merupakan target pasar yang luar biasa besar,” kata Agus.

Selain itu, Indonesia juga telah merampungkan perjanjian dagang dengan kawasan Eurasia, yang menurutnya memiliki potensi signifikan untuk mendorong kinerja ekspor nasional ke depan.

“Alhamdulillah kita juga sudah selesai Indonesia-Eurasia, itu juga merupakan sebuah target pasar besar untuk target-target pasar yang pasti,” ujarnya.

Struktur Industri Manufaktur Indonesia

Meski demikian, Agus menekankan bahwa struktur industri manufaktur Indonesia berbeda dengan banyak negara lain. Sekitar 80% produk manufaktur nasional diserap oleh pasar dalam negeri, sementara ekspor hanya menyumbang sekitar 20%.

“Fokus industri manufaktur nasional itu hampir 80% memang produksinya diserap di dalam negeri ya, hanya 20% yang ekspor,” ungkapnya.

Ia memaparkan, total output manufaktur Indonesia mencapai Rp8.381 triliun. Angka ini bahkan lebih besar dibandingkan sejumlah negara yang selama ini dikenal sebagai eksportir manufaktur besar. Menurut Agus, banyak negara tampak unggul karena orientasi ekspor yang tinggi, bukan karena kapasitas industrinya lebih kuat dari Indonesia. Hal ini terjadi karena pasar domestik mereka relatif kecil dibandingkan Indonesia.

“Karena mungkin pasarnya nggak terlalu besar atau tidak sebesar pasar di Indonesia,” jelasnya.

Agus juga menyoroti kontribusi manufaktur terhadap perekonomian nasional. Dari total Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp28.229 triliun, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia mencapai Rp4.101 triliun.

“Ini perbandingan yang bisa secara mudah kita sampaikan kepada manufaktur bahwa manufaktur kita itu jauh lebih kuat, jauh lebih mature, jauh lebih mapan dibandingkan dengan manufaktur dari negara-negara lain,” tegasnya.

Tantangan dan Potensi Peningkatan Utilisasi

Terkait kinerja industri, Agus mengakui tingkat utilisasi Indeks Produksi Nasional Manufaktur (IPNM) masih berada di angka 61,2%. Meski tidak rendah, angka tersebut dinilai masih memiliki ruang besar untuk ditingkatkan.

“Saya tidak mengatakan rendah tapi 61,2% tapi relatif masih bisa kita tingkatkan,” kata Agus.

Salah satu kunci peningkatan utilisasi tersebut, menurut Agus, adalah pembenahan impor, terutama impor ilegal yang selama ini mengganggu daya saing industri dalam negeri.

“Impor, khususnya impor ilegal aja sudah sangat mengganggu,” ujarnya.

Ia berharap, jika persoalan ini bisa dibenahi bersama kementerian terkait seperti Kementerian Perdagangan, maka industri nasional akan semakin kompetitif dan utilisasi pabrik bisa meningkat signifikan.

“Kalau ini bisa kita benahi bersama kementerian-kementerian lain, utilisasinya akan membesar tapi juga industri dalam negerinya akan semakin baik,” pungkas Agus.

Mureks