Teknologi

Adopsi AI Dorong Pertumbuhan Bisnis Data Center Indonesia 2025, Lampaui Proyeksi Idpro

JAKARTA – Adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI) dilaporkan telah mendorong pertumbuhan signifikan pada bisnis pusat data (data center) di Indonesia sepanjang tahun 2025. Peningkatan ini bahkan disebut melampaui perkiraan awal yang ditetapkan oleh Indonesia Data Center Provider Organization (Idpro).

Ketua Umum Idpro, Hendra Suryakusuma, mengungkapkan bahwa saat ini sekitar 20 megawatt (MW) dari total kapasitas 420 MW data center di Indonesia berasal dari beban kerja AI. Angka ini melebihi proyeksi awal asosiasi yang hanya sekitar belasan MW.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Peningkatan Kapasitas dan Teknologi Pendingin

Menurut Hendra, lonjakan permintaan ini terutama datang dari penyedia layanan hyperscaler global seperti Oracle Cloud, serta dari sektor fintech dan layanan publik digital. Ia juga menyebut kontribusi dari pemain data center dalam negeri, seperti BDX yang menyediakan colocation untuk AI, dan Lintasarta dengan layanan Cloud Merdeka, turut memacu pertumbuhan ini.

“Banyak operator data center kini membangun kapasitas baru di atas 40 kW per rak, beralih dari air cooling ke liquid cooling untuk menangani densitas tinggi AI,” ujar Hendra kepada Bisnis.com pada Senin (29/12/2025).

Liquid cooling adalah teknologi pendinginan pusat data yang menggunakan cairan khusus untuk menyerap dan membuang panas langsung dari komponen server seperti CPU dan GPU. Metode ini jauh lebih efisien dibandingkan pendinginan udara. Jenisnya meliputi direct-to-chip (cairan dialirkan ke pelat dingin di chip), immersion cooling (server direndam dalam cairan dielektrik non-konduktif), dan rear door heat exchanger.

Pusat data modern, khususnya yang dirancang untuk beban kerja AI, menghasilkan panas ekstrem karena densitas tinggi hingga 100+ kW per rak. Panas ini hanya dapat diserap secara efektif melalui pendinginan cairan. Pendinginan udara (air cooling) hanya mampu menyerap panas 3.000 kali lebih lemah daripada cairan, sehingga seringkali gagal mencegah overheating dan memboroskan energi hingga 40% dari total daya.

Hendra menambahkan, PT PLN (Persero) memperkirakan kapasitas pusat data nasional akan mencapai 2,6 GW pada tahun 2030, meningkat signifikan dari 500 MW saat ini. Namun, proyeksi ini belum termasuk beban kerja AI berbasis GPU. “Kapasitas data center tumbuhnya di angka 25%-30% menurut beberapa perusahaan riset,” kata Hendra.

Prospek dan Tantangan 2026

Untuk tahun 2026, Hendra tetap optimistis terhadap pertumbuhan bisnis pusat data, dengan AI dipandang sebagai alat produktivitas yang bermanfaat bagi berbagai industri, mulai dari firma hukum hingga akuntan publik. Ia menyoroti bagaimana banyak perusahaan kini sangat bergantung pada AI.

Bahkan, beberapa konsultan top telah melakukan layoff karena AI mampu menggantikan fungsi auditor dan konsultan. Sementara itu, agentic AI dan generasi animasi berbasis AI semakin marak. Dampak transformatif ini diperkirakan akan meluas dalam 2-3 tahun ke depan, menciptakan ekosistem pengembang AI lokal dan lapangan kerja masif di sektor konstruksi pusat data.

Namun, bisnis ini juga menghadapi sejumlah tantangan pada tahun depan. Hendra menyebut investasi pada sistem pendinginan (liquid cooling yang wajib untuk densitas tinggi) serta panas yang dihasilkan dari pendingin tersebut sebagai isu krusial. Era AI membuat pusat data semakin panas, sehingga isu keberlanjutan menjadi sorotan di tengah kondisi yang makin tak menentu.

Minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap menghadapi teknologi AI dan regulasi yang kurang fleksibel juga menjadi hambatan. Di Indonesia, biaya impor dan pajak mencapai 15-17% dari total ongkos, membuat negara ini tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang menawarkan biaya impor dan pajak lebih rendah.

“Malaysia dan Thailand bebas duty, akhirnya investor pilih membangun di sana. TikTok bangun 300 MW di Johor Baru meski Indonesia pengguna terbesar dengan 120 juta user,” ungkap Hendra.

Upaya Idpro dan Proyeksi Pasar

Untuk mengakselerasi sektor pusat data, Idpro telah menjalin komunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Asosiasi ini meminta insentif fiskal, kemudahan perizinan, serta insentif untuk mendorong penggunaan energi terbarukan di sektor pusat data.

“Domino efek dari kita memberikan insentif fiskal itu jauh lebih besar. Dibutuhkan political will,” tegas Hendra.

Sebelumnya, laporan dari Mordor Intelligence memproyeksikan pasar pusat data Indonesia akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 14% menjadi US$3,98 miliar pada tahun 2028. Kapasitasnya pun diproyeksikan meningkat dari kebutuhan saat ini yang berada di 2.000 MW. Salah satu pendorong utama pertumbuhan ini adalah adopsi AI yang berjalan cepat di Indonesia.

Laporan Statista juga menyebut perkembangan AI di Indonesia diperkirakan tumbuh eksponensial hingga tahun 2030, didorong oleh transformasi digital, kebijakan nasional, dan adopsi sektor swasta. Pasar AI diprediksi mencapai US$2,97 miliar pada tahun 2025 dengan CAGR 18,3% hingga 2031, dengan kontribusi hingga 12% terhadap PDB nasional.

Mureks