Wudhu merupakan salah satu syarat sah ibadah dalam Islam, seperti salat, tawaf, atau membaca Al-Qur’an. Proses bersuci ini menjadi krusial untuk memastikan kesucian seorang Muslim sebelum menghadap Allah SWT.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Allah tidak menerima salat salah seorang kamu bila berhadas sampai ia berwudhu.” (HR Bukhari). Namun, seringkali muncul pertanyaan mengenai status wudhu seseorang yang tertidur setelah bersuci. Apakah wudhu tersebut batal jika seseorang tertidur dalam posisi duduk?
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Hukum Tidur Sambil Duduk Setelah Berwudhu
Menurut pandangan fikih, khususnya Mazhab Syafi’i, tidur dengan posisi pantat tetap menempel pada permukaan datar tidak membatalkan wudhu. Kondisi ini berlaku meskipun seseorang tidak bersandar pada sesuatu.
Syaikh Ali Raghib dalam bukunya Ahkam Ash-Sholah menjelaskan bahwa tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur dalam posisi berbaring, bersandar, atau telungkup. Namun, jika seseorang tertidur sambil duduk dengan posisi pantat menempel kuat pada tempat duduk, wudhunya tetap sah dan tidak batal, bahkan jika terdengar mendengkur.
Penjelasan ini didukung oleh sabda Rasulullah SAW, “Kedua mata itu kekangnya ekor. Karena itu, siapa saja yang tidur, hendaklah ia berwudhu.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah). Hadits ini mengindikasikan bahwa tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang menyebabkan seseorang tidak mampu mengendalikan diri.
Selain itu, terdapat hadits lain yang menguatkan, “Para sahabat Rasulullah SAW pernah menunggu salat Isya hingga mereka tertidur sambil duduk. Mereka kemudian menunaikan salat, sementara mereka tidak berwudhu lagi.” (HR Abu Dawud). Anas RA juga meriwayatkan, “Sesungguhnya aku pernah melihat para sahabat Rasulullah SAW bangun tidur untuk menunaikan salat sampai aku pun mendengar salah seorang di antara mereka mendengkur. Namun kemudian, mereka bangun, lalu mendirikan salat, sementara mereka tidak berwudhu lagi.” (HR Al-Baihaqi).
Perbedaan Pandangan Empat Mazhab tentang Tidur yang Membatalkan Wudhu
Meskipun ada kesamaan, para imam dari empat mazhab besar dalam Islam memiliki pandangan yang berbeda mengenai tidur yang dapat membatalkan wudhu. Perbedaan ini dijelaskan dalam buku Fiqih Thaharah: Panduan Praktis Bersuci karya Ibnu Abdullah.
- Imam Hambali: Tidur pada dasarnya dapat membatalkan wudhu, termasuk tidur dalam posisi duduk dengan pantat menempel kuat. Namun, jika tidur tersebut hanya berlangsung sebentar, wudhu masih dianggap sah.
- Imam Syafi’i: Wudhu batal apabila posisi pantat seseorang tidak tetap atau tidak berada dalam keadaan aman untuk menahan keluarnya angin. Hal ini berlaku meskipun tidak ada hadas yang keluar.
- Imam Malik: Tidur yang nyenyak, tanpa memandang durasi atau posisi (duduk, berbaring, telentang), dapat membatalkan wudhu.
- Imam Hanafi: Tiga jenis tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur dengan posisi berbaring miring, terlentang di atas punggung, atau bertumpu pada salah satu pangkal paha. Posisi-posisi ini dianggap membuat tubuh rileks dan sulit mengendalikan diri dari hadas.
Hal-hal Lain yang Membatalkan Wudhu
Selain tidur, terdapat beberapa kondisi dan perbuatan lain yang secara umum disepakati dapat membatalkan wudhu. Berikut penjelasannya:
- Keluarnya Sesuatu dari Kemaluan atau Anus: Wudhu batal jika keluar kotoran atau angin dari lubang kemaluan atau anus, baik dalam keadaan kering maupun basah, sedikit atau banyak.
- Bersentuhan dengan Lawan Jenis: Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya penghalang dapat membatalkan wudhu. Ketentuan ini dijelaskan dalam surah An-Nisa’ ayat 43.
- Hilangnya Kesadaran: Kondisi seperti gangguan akal, pingsan, mabuk, atau pengaruh obat-obatan yang menyebabkan hilangnya kesadaran dapat membatalkan wudhu. Kondisi ini bahkan dinilai lebih berat daripada tidur.
- Menyentuh Kemaluan: Menyentuh kemaluan, baik kemaluan sendiri maupun orang lain, tanpa penghalang dapat membatalkan wudhu. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang membawa tangannya ke kemaluannya, tanpa ada yang membatasi, maka wajib berwudhu.” (HR Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Tirmidzi).
- Tertawa Terbahak-bahak: Menurut mazhab Hanafi, tertawa terbahak-bahak saat salat dapat membatalkan wudhu karena dianggap tidak sesuai dengan keadaan bermunajat kepada Allah SWT. Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama lain yang menganggap dalil ini lemah dan tidak membatalkan wudhu.






