Lifestyle

Mayoritas Ulama Tegaskan Talak Istri Hamil Diperbolehkan dalam Syariat Islam

Advertisement

Perceraian atau talak merupakan solusi terakhir dalam rumah tangga ketika ikatan suami istri tidak lagi dapat dipertahankan. Namun, dalam ajaran Islam, proses talak tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Terdapat aturan, waktu, dan kondisi spesifik yang harus diperhatikan agar talak yang dijatuhkan sesuai dengan syariat.

Secara bahasa, talak berarti melepaskan atau membebaskan. Dalam istilah fikih, talak didefinisikan sebagai pelepasan ikatan pernikahan dengan lafaz tertentu yang diucapkan oleh suami dengan kesadaran dan kehendaknya sendiri. Meskipun termasuk perkara yang halal, talak sangat dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ

“Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak.” (HR. Abu Dawud)

Oleh karena itu, Islam menetapkan ketentuan ketat dalam talak untuk mencegah kerugian, khususnya bagi pihak perempuan.

Pembagian Talak dalam Islam

Para ulama sepakat bahwa talak terbagi menjadi talak sunnah dan talak bid’ah. Talak sunnah adalah menjatuhkan talak satu kepada istri yang berada dalam masa suci dan belum dikumpuli pada masa suci tersebut, kemudian tidak diikuti dengan talak lagi pada masa iddah.

Sebaliknya, menjatuhkan talak kepada perempuan yang sedang dalam keadaan haid atau nifas dianggap sebagai perbuatan bid’ah yang diharamkan. Demikian pula, talak yang dijatuhkan kepada perempuan dalam keadaan suci namun telah dikumpuli pada masa suci tersebut juga termasuk talak bid’ah. Hal ini karena kondisi tersebut akan memperpanjang masa iddah, sebab masa haid atau nifas tidak dihitung sebagai bagian dari masa iddah.

Hukum Menjatuhkan Talak kepada Istri yang Sedang Hamil

Mayoritas ulama dari empat mazhab utama dalam Islam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, sepakat bahwa menjatuhkan talak kepada istri yang sedang hamil hukumnya boleh dan termasuk dalam kategori talak sunnah. Kesepakatan ini didasari oleh fakta bahwa kehamilan merupakan kondisi yang jelas dan pasti, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam penentuan masa iddah.

Advertisement

Dalil yang mendasari kebolehan ini termaktub dalam Al-Quran surat At-Talaq ayat 4:

وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًا

Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”

Ayat tersebut secara eksplisit menunjukkan bahwa wanita hamil memiliki ketentuan iddah khusus, yakni hingga melahirkan kandungannya. Ini sekaligus menjadi landasan hukum kebolehan menjatuhkan talak kepada mereka.

Selain itu, dalil lain yang memperkuat pandangan ini adalah hadits tentang Ibnu Umar RA. Ibnu Umar pernah menceraikan istrinya dalam keadaan haid, kemudian Rasulullah SAW bersabda:

“Perintahkan dia untuk rujuk kembali, kemudian menahannya sampai suci, lalu haid, lalu suci kembali. Setelah itu jika mau, dia boleh menahannya atau menceraikannya sebelum menyentuhnya. Itulah iddah yang diperintahkan Allah untuk menceraikan wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Para ulama menjelaskan bahwa talak yang sesuai syariat adalah talak yang tidak merugikan istri dan tidak memperpanjang masa iddah. Ketentuan ini mencakup talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang hamil, di mana masa iddahnya jelas terukur hingga kelahiran.

Advertisement
Mureks