Lifestyle

Takhbib dalam Islam: Dosa Merusak Rumah Tangga Orang Lain yang Disebut Setara Zina

Advertisement

Pernikahan dalam ajaran Islam dipandang sebagai ikatan yang suci dan sakral, dilandasi oleh akad kuat untuk membangun ketenangan, kasih sayang, serta keberkahan hidup bersama. Namun, perjalanan rumah tangga tidak jarang menghadapi ujian, termasuk godaan atau gangguan dari pihak ketiga yang berpotensi merusak keharmonisan.

Fenomena merusak rumah tangga orang lain menjadi persoalan serius yang memiliki konsekuensi moral dan hukum dalam Islam. Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait perbuatan ini?

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Hukum Mengganggu Rumah Tangga Orang Lain dalam Islam

Dalam percakapan sehari-hari, individu yang mengganggu ketenteraman rumah tangga kerap disebut sebagai pelakor (perebut laki orang) dan pebinor (perebut bini orang). Dalam pandangan moral dan agama, perbuatan ini jelas tercela karena merusak ikatan pernikahan yang sah.

Mengutip Ensiklopedia Fikih Wanita oleh Gus Arifin dan Sundus Wahidah, tindakan merebut pasangan orang lain dalam Islam dikenal dengan istilah takhbib. Secara bahasa, takhbib berarti tindakan menipu dan merusak hubungan seorang perempuan dengan suaminya.

Hal ini dilakukan dengan cara menonjolkan keburukan suami atau membandingkannya dengan laki-laki lain di hadapan perempuan tersebut. Melalui cara ini, pelaku takhbib berusaha menjatuhkan citra dan kehormatan suami di mata istrinya.

Mengganggu hubungan rumah tangga orang lain merupakan perbuatan yang tegas dilarang dalam ajaran Islam, sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi SAW dan berbagai hadits lainnya. Bahkan, pelaku takhbib disebut tidak termasuk golongan Rasulullah SAW karena besarnya dosa dari perbuatan tersebut.

Sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah RA, Rasul SAW menuturkan:

مَنْ خَبَّبَ زَوْجَةَ امْرِئٍ أَوْ مَمْلُوْكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا

Advertisement

Artinya: “Siapa yang merusak (takhbib) istri atau budak seseorang, maka ia bukan bagian dari kami.” (HR Abu Dawud)

Para ulama menjelaskan bahwa dosa pelaku takhbib setidaknya setara dengan perbuatan zina, bahkan dalam kondisi tertentu bisa dinilai lebih berat. Hal ini menunjukkan bahwa merusak rumah tangga orang lain bukanlah kesalahan ringan, melainkan pelanggaran serius terhadap kehormatan dan kesucian pernikahan.

Imam Adz-Dzahabi dalam kitab Al-Kabair, sebagaimana diterjemahkan oleh Abu Zufar, menegaskan bahwa pelaku takhbib termasuk golongan orang yang terlaknat. Perbuatan tersebut mendatangkan murka Allah SWT dan menjauhkan pelakunya dari rahmat serta kasih sayang-Nya.

Meskipun dalam banyak nash hadits takhbib disebutkan dalam konteks lelaki yang mengganggu istri orang, larangan ini pada hakikatnya bersifat umum dan tidak terbatas pada satu jenis kelamin. Oleh karena itu, perbuatan perempuan yang menggoda atau merusak hubungan suami orang lain juga termasuk dalam kategori takhbib dan sama-sama dilarang dalam Islam.

Menjaga Diri dan Keutuhan Pernikahan

Pihak luar yang mengganggu pernikahan orang lain secara jelas telah melakukan perbuatan dosa dan melanggar batas-batas yang ditetapkan dalam Islam. Tindakan tersebut tidak hanya merusak hubungan suami istri, tetapi juga mengancam ketenteraman dan kehormatan sebuah keluarga.

Bagi seseorang yang sudah menikah, tanggung jawabnya tidak berhenti pada menolak gangguan dari luar. Ia memiliki kewajiban moral dan agama untuk menjaga diri, sikap, serta batas interaksi demi melindungi keutuhan rumah tangganya.

Dalam banyak kasus, gangguan terhadap rumah tangga bisa terjadi karena adanya celah yang dibuka, baik secara sadar maupun tidak. Sikap terlalu akrab atau kurangnya batasan dapat menjadi pintu masuk bagi munculnya fitnah dan godaan. Oleh karena itu, menjaga diri dan hubungan menjadi benteng utama dari perbuatan yang terlarang. Dengan menjaga adab, batas pergaulan, dan kesetiaan, seseorang dapat terhindar dari jerumusannya pada zina serta tetap merawat keharmonisan rumah tangga. Wallahu a’lam.

Advertisement
Mureks