Teknologi

Praktisi Montessori Ungkap Kunci Aman Kenalkan Gadget pada Anak: Kesiapan dan Peran Orang Tua Jadi Penentu

Advertisement

Perdebatan seputar pemberian gawai atau gadget kepada anak terus bergulir di kalangan orang tua. Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan tuntutan pendidikan digital, keputusan ini bukan lagi sekadar boleh atau tidak, melainkan bagaimana orang tua mampu mengelolanya secara bijak. Praktisi Montessori sekaligus parenting content creator, Reza Permana, membagikan pandangannya mengenai cara aman dan tepat mengenalkan gawai pada anak sejak usia dini.

Menurut Reza, langkah fundamental yang harus dilakukan orang tua adalah menetapkan tujuan yang jelas dalam pemberian gawai. Ia mengamati bahwa banyak keputusan keliru seringkali muncul akibat orang tua terlalu terpengaruh oleh penilaian lingkungan sekitar.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

“Gadget itu hanya alat bantu. Tujuannya bisa untuk komunikasi, belajar, atau mendukung minat tertentu anak. Selama tujuannya jelas, keputusan orang tua juga akan tepat,” ungkap Reza saat mengisi lokakarya iPad di Jakarta, Rabu (24/12/2025).

Kesiapan Anak Melampaui Batasan Usia

Reza menegaskan, kesiapan anak dalam menggunakan gawai tidak semata-mata ditentukan oleh faktor usia, melainkan oleh capaian tumbuh kembangnya. Anak dianggap lebih siap mengonsumsi media digital ketika telah mampu berkomunikasi dua arah, memahami instruksi sederhana, serta memiliki kosakata dasar yang memadai.

“Rata-rata usia 2 sampai 3 tahun bisa menjadi titik awal pengenalan screen time, baik melalui televisi maupun tablet, tentu dengan pendampingan orang tua,” jelasnya. Pendekatan ini selaras dengan prinsip Montessori yang menempatkan kesiapan anak sebagai fondasi utama dalam proses belajar.

Selain kebutuhan perkembangan, aspek pendidikan juga menjadi pertimbangan krusial. Reza menyoroti bahwa banyak sekolah dasar hingga menengah kini mulai memanfaatkan iPad sebagai perangkat belajar. Perangkat ini dinilai lebih aman dan mudah dikontrol dibandingkan gawai lainnya.

“iPad relatif lebih aman dari sisi sistem dan kontrol orang tua,” ujar Reza. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa setiap keluarga memiliki kondisi ekonomi dan aturan rumah tangga yang beragam. Berbagi gawai antara orang tua dan anak, menurutnya, bukanlah masalah selama disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai yang disepakati bersama.

Orang Tua: Teladan Utama dalam Pengelolaan Screen Time

Dalam mengelola waktu penggunaan gawai atau screen time, Reza menekankan bahwa keteladanan orang tua memegang peran sentral. Ia berpendapat, aturan akan sulit diterapkan jika orang tua tidak menunjukkan perilaku yang konsisten.

“Kalau ingin anak tidak bermain HP saat makan, orang tua juga harus menyingkirkan gadgetnya,” tegas Reza. Ia menyarankan orang tua untuk meluangkan waktu bermain tanpa layar bersama anak, setidaknya 15 hingga 30 menit setiap hari, agar anak merasa diperhatikan secara utuh.

Selain itu, Reza menganjurkan orang tua untuk membuat kesepakatan verbal dengan anak terkait durasi penggunaan gawai, misalnya sekitar 40 menit per hari. Dengan demikian, anak merasa dilibatkan dan lebih memahami batasan yang ada. Ia juga menyarankan pendekatan fleksibel atau leniency. Jika anak masih asyik dengan aktivitasnya, orang tua dapat menambahkan waktu 5-10 menit sebagai bentuk kompromi. Pendekatan ini dinilai mampu menciptakan suasana yang lebih demokratis dalam keluarga.

Advertisement

Strategi Efektif Menghindari Tantrum Saat Screen Time Berakhir

Tantrum saat waktu penggunaan gawai berakhir merupakan tantangan umum yang kerap dihadapi orang tua. Untuk meminimalkan kejadian ini, Reza menekankan pentingnya memberikan peringatan secara bertahap. Orang tua disarankan untuk memberi pemberitahuan 5-10 menit sebelum waktu selesai, dengan memastikan anak benar-benar mendengar melalui kontak mata langsung.

Jika anak masih ingin menyelesaikan satu aktivitas, berikan kesempatan singkat. “Kalau anak marah atau menangis, itu wajar. Biarkan mereka mengekspresikan emosi, lalu tawarkan aktivitas alternatif bersama orang tua,” jelasnya.

Guna membantu konsistensi, Reza memanfaatkan fitur pengatur waktu (timer), termasuk dari perangkat wearable seperti Apple Watch. Namun, ia mengingatkan bahwa kebiasaan ini tidak dapat terbentuk secara instan dan memerlukan proses jangka panjang.

Kurasi Aplikasi untuk Gawai yang Lebih Bermakna

Agar gawai dapat memberikan manfaat maksimal, Reza menekankan pentingnya kurasi aplikasi. Ia menyarankan orang tua untuk menentukan tujuan terlebih dahulu, kemudian memilih aplikasi yang relevan dengan kebutuhan anak.

Sebagai contoh, untuk anak yang sedang belajar membaca, Reza hanya mengizinkan beberapa aplikasi edukasi dan komunikasi. Orang tua juga perlu mencoba aplikasi tersebut lebih dulu untuk memastikan kontennya aman, serta membatasi akses sesuai usia anak.

Selain itu, evaluasi rutin melalui data screen time juga krusial. Hal ini memungkinkan orang tua untuk menyesuaikan kebiasaan penggunaan gawai anak seiring bertambahnya usia dan kebutuhan.

Kehadiran Orang Tua Tak Tergantikan oleh Teknologi

Di akhir paparannya, Reza menegaskan bahwa teknologi tidak boleh menggantikan peran esensial orang tua. “Pada akhirnya, gadget hanya alat. Orang tua harus lebih menarik bagi anak dibandingkan gadget,” pungkasnya.

Dengan pendekatan yang tepat, screen time tidak harus menjadi momok yang menakutkan. Gawai justru dapat menjadi sarana belajar yang bermakna dan mendukung perkembangan anak, selama digunakan secara sadar, terarah, dan dievaluasi bersama oleh orang tua.

Advertisement
Mureks