Dua mantan karyawan perusahaan keamanan siber di Amerika Serikat, termasuk seorang negosiator ransomware, telah mengaku bersalah atas serangkaian serangan siber yang mereka lakukan pada tahun 2023. Keduanya berhasil memeras setidaknya USD 1,2 juta dalam bentuk Bitcoin dari sebuah perusahaan perangkat medis, serta menargetkan sejumlah organisasi lain di berbagai sektor.
Latar Belakang Pelaku dan Modus Operandi
Departemen Kehakiman AS (DOJ) pada Selasa (30/12/2025) mengumumkan bahwa Ryan Goldberg (40) dan Kevin Martin (36) adalah pelaku di balik serangan ini. Kasus ini menjadi sorotan tajam mengingat Martin diketahui pernah bekerja sebagai negosiator ransomware di Digital Mint, sebuah perusahaan respons insiden siber yang seharusnya membantu korban menghadapi pemerasan digital. Sementara itu, Goldberg menjabat sebagai manajer respons insiden di Sygnia Cybersecurity Services.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Menurut dakwaan, Goldberg dan Martin, bersama satu pelaku lain yang identitasnya tidak diungkap, menggunakan ransomware ALPHV atau BlackCat. Modus operandi mereka adalah mengenkripsi sistem korban sekaligus mencuri data, kemudian menuntut tebusan agar data tersebut tidak dipublikasikan.
Jaringan Serangan Luas dan Ancaman Hukuman
DOJ menyebutkan bahwa para terdakwa berupaya memeras jutaan dolar dari berbagai target di AS, meliputi perusahaan farmasi, praktik dokter, perusahaan teknik, hingga produsen drone. Kelompok ransomware ALPHV/BlackCat sendiri dikenal dengan model ransomware-as-a-service (RaaS), yang menyediakan alat serangan kepada afiliasi dan mengambil bagian dari uang tebusan. Kelompok ini sebelumnya dikaitkan dengan serangan besar terhadap perusahaan ternama seperti MGM Resorts, Reddit, hingga UnitedHealth Group.
Asisten Jaksa Agung Divisi Kriminal DOJ, A. Tysen Duva, menegaskan, “Para terdakwa justru menyalahgunakan keahlian dan pengalaman keamanan siber mereka untuk melakukan kejahatan yang seharusnya mereka cegah.”
Goldberg dan Martin telah mengaku bersalah atas satu dakwaan konspirasi pemerasan yang memengaruhi perdagangan antarnegara bagian. Keduanya dijadwalkan menjalani sidang vonis pada 12 Maret 2026 dan terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.






