LPSK Datangi Bareskrim Langsung Proses Permohonan Menjadi Justice Collaborator Dalami Keterangan Baru Bharada E

oleh
oleh

JAKARTA, MUREKS.CO.ID – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerima permohonan resmi dari Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E untuk menjadi justice collaborator. Senin (8/8) tim penasihat hukum Bharada E sudah mendatangi LPSK dan menyampaikan seluruh keterangan dan kesaksian klien mereka.

Atas laporan tersebut, LPSK memastikan bahwa mereka segera melakukan tindak lanjut.
Deolipa Yumara, anggota tim penasihat hukum Bharada E, menyatakan bahwa pasal yang disangkakan terhadap kliennya membuka kemungkinan adanya pelaku lain di balik meninggalnya Brigadir Polisi Yosua Hutabarat.

”Pelaku utama yang melakukan tindak pidana,” ungkap dia kepada awak media.

Setelah berganti penasihat hukum, dia menyatakan, kliennya menyatakan keinginannya untuk membantu penyidik menuntaskan kasus tersebut.

BACA JUGA : Penduduk Indonesia Paling Malas di Dunia, Berikut Daftarnya

Menurut Deolipa, keputusan Bharada E putar haluan dari keterangan lama ke keterangan baru lantaran ada tekanan yang dia alami sebelum berganti penasihat hukum.

”Hari Sabtu (6 Agustus 2022, Red) dia mulai sadar bahwasanya dia harus melakukan tindakan sebenar-benarnya dan seterang-terangnya apa yang dia alami, apa yang dilakukannya, apa yang didengarnya,” beber dia.

Karena itu, Secara terbuka, Bharada E bersedia menjadi justice collaborator.
Itu dilakukan guna mengungkap pelaku lain yang perannya jauh lebih besar. ”Dari Bharada E kami mengajukan surat permohonan pengajuan perlindungan saksi atas nama Richard Eliezer Pudihang Lumiu,” jelas Deolipa.

Bharada E tidak mengelak bahwa dirinya bersalah telah melakukan tindak pidana. Namun, dia yakin betul bahwa ada pelaku lain yang perannya lebih besar dan harus bertanggung jawab atas meninggalnya Yosua.

BACA JUGA : Prabowo Tegaskan Siap Jadi Capres, Gerindra – PKB Makin Mesra

Sampai kemarin, Deolipa memastikan bahwa kliennya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.

Bharada E aman di dalam rumah tahanan (rutan) Bareskrim. Kepada LPSK, lanjut dia, pihaknya sudah menyampaikan seluruh kesaksian dan keterangan dari Bharada E. Namun demikian, dia menolak menyampaikan hal-hal yang bersifat substansi kepada awak media. ”Jadi, itu kewenangan Mabes Polri secara substansi,” tegasnya.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima permohonan yang diajukan oleh Bharada E. Selanjutnya, LPSK bakal langsung datang ke Bareskrim hari ini (9/8) untuk melakukan pendalaman. Sebab, kemarin mereka baru menerima keterangan sepihak dari tim penasihat hukum Bharada E.

”Termasuk mendalami keterangan baru Bharada E dalam pengakuan sebagai justice collaborator,” jelas dia.

Edwin menyatakan bahwa itu merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh LPSK. Mereka harus melakukan pendalaman dan asesmen sebelum mengambil keputusan. Permohonan menjadi justice collaborator yang diajukan oleh Bharada E bakal diterima atau tidak, semua bergantung hasil pendalaman dan asesmen yang mereka lakukan.

”Apabila Bharada E bukan pelaku utama, mau membuat terang perkara, Bharada E mempunyai kualifikasi sebagai justice collaborator,” ungkapnya.

Bila permohonan tersebut setujui, LPSK akan menyampaikan hal itu kepada majelis hakim melalui jaksa penuntut umum. Mereka akan meminta tuntutan dan hukuman untuk Bharada E diringankan. Meski keputusan akhir berada di majelis hakim, Edwin menyampaikan bahwa undang-undang mengamanatkan agar majelis hakim memerhatikan rekomendasi LPSK.

”Disebutkan dalam undang-undang, hakim memerhatikan dengan sungguh-sungguh rekomendasi LPSK,” tegas dia.

Pihaknya belum mengetahui berapa lama permohonan yang diajukan oleh Bharada E bakal selesai diproses. Yang jelas, LPSK juga bisa bekerja cepat sesuai dengan kebutuhan pemohon. Pun demikian dengan bentuk perlindungan yang akan diberikan, itu bergantung kebutuhan pemohon.

”Kami punya perlindungan fisik, penempatan di rumah aman, pengawalan melekat, atau monitoring,” jelas Edwin.

Selain itu, perlindungan terhadap keluarga Bharada E juga akan dilakukan bila memang dibutuhkan.
Sementara itu, Komnas HAM menggandeng Komnas Perempuan dalam upaya membuat terang peristiwa meninggalnya Brigadir Yosua. Komnas HAM melihat Komnas Perempuan punya pengalaman panjang dalam menangani kasus dugaan kekerasan seksual. Tentu, dalam konteks ini, adalah Putri Candrawathi yang berstatus pelapor korban.

BACA JUGA : Lunturnya Narasi Bharada E ‘Tembak Lima Kena Tujuh’

Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam menjelaskan dalam kasus meninggalnya Yosua pihaknya tidak bisa melepas begitu saja pengaduan Putri terkait ancaman pembunuhan dan kekerasan seksual. Meski, sampai saat ini belum ada perkembangan signifikan terkait dengan pelaporan tersebut.

”Kami mempercayakan tim ini (Komnas Perempuan) dalam konteks Bu PC (Putri, Red).”

Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Andy Yentriyani menambahkan pihaknya memang sudah pernah berkomunikasi dengan Putri di awal-awal kasus bergulir. Kala itu, Komnas Perempuan diundang Polda Metro Jaya. Meski demikian, Komnas Perempuan belum bisa bicara banyak terkait perkembangan kasus dugaan kekerasan seksual yang ditangani Polda Metro Jaya tersebut.

”Kalau itu lebih baik ditanyakan kepada pihak kepolisian,” ujarnya.

Secara umum, Komnas Perempuan tetap berpegang pada guideline atau pedoman yang diatur dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dimana, ada standar-standar hak asasi manusia (HAM) yang harus dipatuhi agar proses penggalian informasi terhadap Putri tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk. (net/syn/tyo)

Editor : Panca Riatno