Berita

KPPU Mendesak Modernisasi Hukum Persaingan Usaha Hadapi Era Digital

Advertisement

Jakarta – Seperempat abad Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berlaku, lanskap ekonomi Indonesia telah berubah drastis. Dari perdagangan konvensional, kini beralih ke ekosistem digital yang serba cepat. Namun, fondasi hukum persaingan usaha belum mengalami pembaruan substantif, menciptakan kesenjangan antara regulasi lama dan realitas pasar baru.

Urgensi ini menjadi sorotan utama dalam Diskusi Publik ‘Modernisasi Kebijakan Persaingan Usaha untuk Daya Saing’ yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama PROSPERA di Jakarta, Jumat (12/12/2025). Forum ini merupakan langkah KPPU merumuskan peta jalan baru bagi ekonomi Indonesia.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Tantangan Ekonomi Digital

Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa menegaskan bahwa persaingan usaha yang sehat adalah prasyarat mutlak fondasi ekonomi nasional. Namun, tantangan saat ini jauh lebih kompleks. “Indonesia tengah bertransformasi besar. Kita melihat platform digital kini memegang peran ganda (dual role), sebagai penyedia pasar (marketplace) sekaligus sebagai pelaku usaha yang berdagang di dalamnya,” kata Fanshurullah dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/12/2025).

Ia menambahkan, kondisi ini memicu risiko persaingan yang belum terakomodasi dalam UU No. 5/1999. Risiko tersebut meliputi perilaku anti persaingan berbasis data, diskriminasi algoritmik, hingga dominasi pada pasar dua sisi (two-sided market). Tanpa regulasi yang adaptif, inovasi akan terhambat dan pelaku usaha baru akan kesulitan menembus pasar yang dikuasai raksasa teknologi.

Kinerja Persaingan Usaha Perlu Pembenahan

Kekhawatiran KPPU didukung oleh berbagai tinjauan internasional. Laporan dari UNCTAD (2009), OECD (2021), serta indikator World Bank B-Ready dan survei ekonomi OECD 2024, menunjukkan perlunya pembenahan serius terhadap kinerja persaingan usaha nasional.

“Kelemahan regulasi ini berdampak sistemik yakni menahan laju inovasi, menciptakan inefisiensi pasar, dan pada akhirnya merugikan konsumen,” ujar Fanshurullah.

Advertisement

Empat Buku Panduan KPPU

Menjawab tantangan tersebut, anggota KPPU Eugenia Mardanugraha memaparkan bahwa PROSPERA telah menyusun empat buku penting bagi KPPU. Keempat buku ini menjadi bahan diskusi dalam kegiatan tersebut, meliputi:

  • Capaian dan Tantangan Dua Puluh Lima Tahun Undang-Undang Persaingan Usaha
  • Analisis Kesenjangan Regulasi Persaingan Usaha antara UU No. 5/1999 dan Standar Internasional
  • Memodernisasi Hukum Persaingan Usaha Indonesia untuk Ekonomi Digital
  • Persaingan Usaha, Konsumen Sejahtera, Ekonomi Efisien & Inovatif

Menutup forum, KPPU menegaskan komitmennya untuk tidak hanya menjadi regulator yang menghukum, tetapi juga mitra pemerintah dalam menyusun kebijakan ekonomi yang inklusif. Pembaruan UU No. 5/1999 menjadi keharusan mendesak demi menjaga pasar yang adil, efisien, dan mensejahterakan rakyat, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

“Keempat dokumen ini, yang mencakup analisis kesenjangan regulasi hingga strategi ekonomi digital, diharapkan menjadi cetak biru modernisasi hukum persaingan usaha,” pungkas Eugenia.

Perspektif Pakar Ekonomi dan Hukum

Diskusi publik ini juga menghadirkan perspektif komprehensif dari para pakar, termasuk Prof. Ningrum Natasya Sirait (Guru Besar Hukum USU), Prof. Mohamad Ikhsan (Guru Besar FEB UI), Carlo Agdamag (Access Partnership), dan Titik Anas (PROSPERA). Para pakar sepakat bahwa implementasi hukum persaingan usaha telah memberikan dampak ekonomi signifikan.

Mereka menekankan pentingnya competitive neutrality (netralitas persaingan) sebagai prinsip utama untuk mencapai efisiensi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, adopsi standar internasional dari OECD dan UNCTAD serta transformasi regulasi persaingan usaha di era digital menjadi krusial agar iklim usaha Indonesia kompetitif di mata investor global.

Advertisement