Berita

KPK Ungkap Modus Pemerasan Kajari HSU ke Kepala Dinas: Ancam Proses Hukum dengan Laporan Fiktif

Advertisement

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar modus pemerasan yang dilakukan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), terhadap sejumlah Kepala Dinas (Kadis). Albertinus diduga mengancam para Kadis dengan laporan masyarakat palsu untuk mendapatkan uang.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa ancaman tersebut hanyalah modus. “Ancaman-ancaman itu adalah hanya sebagai modus. Karena berdasarkan keterangan dari para kepala SKPD, tidak ada perkara atau pengadaan yang sedang ditangani di situ,” terang Asep saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu, 20 Desember 2025.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Asep menambahkan, Albertinus menciptakan kesan adanya laporan palsu yang ditindaklanjuti. “Jadi ada dibuat, seolah-olah ada laporan. Kemudian ditindak lanjuti laporannya, bahwa ada permasalahan di SKPD tersebut, kemudian dihubungi lah kepala SKPD-nya, seperti itu modusnya ya,” ungkapnya.

Modus ini membuat para Kadis merasa ketakutan dan akhirnya memberikan sejumlah uang kepada Albertinus agar ancaman proses hukum tidak dilaksanakan. “Jika tidak memberikan sesuatu, maka laporan tersebut akan ditindak lanjuti. Untuk itulah maka kepala SKPD tersebut memberikan sejumlah uang sesuai dengan yang diminta oleh saudara APN,” tutur Asep.

Dugaan Penerimaan Rp 804 Juta

KPK menduga Albertinus P Napitupulu, yang menjabat sebagai Kajari HSU sejak Agustus 2025, telah menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp 804 juta. Penerimaan ini dilakukan secara langsung maupun melalui perantara.

“Setelah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara pada Agustus 2025 saudara APN diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp 804 juta rupiah, secara langsung maupun melalui perantara yakni Saudara ASB selalu Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara dan saudara TAR selaku Kepala Seksti Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari HSU serta pihak lainnya,” kata Asep dalam jumpa pers yang sama.

Uang tersebut diduga berasal dari tindak pidana pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Kabupaten Hulu Sungai Utara, termasuk Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Rumah Sakit Umum Daerah. Ancaman yang digunakan adalah tidak akan menindaklanjuti laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas-dinas tersebut.

“Penerimaan uang tersebut berasal dari dugaan tindak pidana pemerasan APN kepada sejumlah perangkat daerah di Kabupaten Hulu Sungai Utara, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan rumah sakit umum daerah. Permintaan tersebut disertai dengan ancaman yaitu dengan modus bahwa agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak akan ditindaklanjuti proses hukumnya,” jelas Asep.

Advertisement

Dua Klaster Perantara dan Potongan Anggaran

Asep merinci, dalam kurun waktu November hingga Desember 2025, Albertinus diduga menerima uang Rp 804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara:

  • Melalui perantara Taruna Fariadi (TAR) selaku Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara:
    • Penerimaan dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai Rp 270 juta.
    • Penerimaan dari EVN selaku Direktur RSUD Hulu Sungai Utara sebesar Rp 255 juta.
  • Melalui perantara Asis Budianto (ASB) selaku Kepala Seksi Intelijen:
    • Penerimaan dari YND selaku Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Rp 149,3 juta.

Selain itu, Asis Budianto sendiri, sebagai perantara APN, diduga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp 63,2 juta dalam periode Februari-Desember 2025.

KPK juga menduga Albertinus melakukan pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara melalui bendahara. Dana tersebut, yang berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp 257 juta tanpa surat perjalanan dinas (SPPD) serta pemotongan dari unit kerja atau seksi, diduga digunakan untuk dana operasional pribadi.

“Selain melakukan dugaan pidana pemerasan, APN juga diduga melakukan pemotongan Kejari Hulu Sungai Utara melalui bendahara yang digunakan untuk dana operasional pribadi, dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp 257 juta tanpa surat perjalanan dinas SPPD dan pemotongan dari para unit kerja atau seksi,” kata Asep.

Albertinus juga diduga menerima penerimaan lain sejumlah Rp 450 juta. Perinciannya adalah transfer ke rekening istri APN senilai Rp 405 juta dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Sekretaris DPRD (Sekwan DPRD) periode Agustus sampai November 2025 sebesar Rp 45 juta.

“APN juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta, dengan perincian transfer ke rekening istri APN senilai Rp 405 juta dari Kadis PU dan Sekwan DPRD periode Agustus sampai November 2025 sebesar Rp 45 juta,” tutur Asep.

Advertisement