Sejumlah ekonom memproyeksikan penerimaan negara dari sektor pajak akan tumbuh positif pada tahun 2026, bahkan meyakini tidak akan terjadi shortfall atau selisih negatif antara target dan realisasi. Pemerintah sendiri mematok target penerimaan pajak sebesar Rp 2.357,7 triliun untuk tahun depan, meningkat 7,69% dari target tahun 2025 yang sebesar Rp 2.189,3 triliun.
Proyeksi optimis ini muncul di tengah potensi shortfall penerimaan pajak yang kuat pada tahun 2025. Hingga akhir November 2025, setoran pajak baru terkumpul Rp 1.634,43 triliun, jauh di bawah target APBN 2025.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Meski demikian, Ekonom Maybank Myrdal Gunarto optimistis shortfall tidak akan terjadi pada tahun 2026. Ia beralasan, kondisi ekonomi Indonesia diperkirakan akan semakin membaik.
Myrdal memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2026 dapat mencapai 5,21%. “Penerimaan pajak saya lihat harusnya dengan kondisi ekonomi yang kondusif, shortfall tahun depan sih enggak tahun depan,” ujar Myrdal kepada CNBC Indonesia, Rabu (31/12/2025).
Ia menambahkan, iklim bisnis yang membaik akan ditopang oleh kenaikan tarif pada beberapa pos pajak, seperti bea keluar batu bara dan emas, yang diperkirakan akan menguatkan pendapatan negara. “Ini kan lumayan sekitar Rp23 triliun tambahannya,” kata Myrdal.
Selain itu, perbaikan ekonomi juga akan berdampak positif pada penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Upaya pemberantasan cukai rokok ilegal juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pajak. Secara agregat, Myrdal melihat penerimaan pajak pemerintah pada 2026 berpotensi tumbuh 6% hingga 7% dibandingkan tahun 2025. “Jadi untuk shortfall tahun depan nggak sih,” tegas Myrdal.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Analis Senior di Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny Sasmita. Ia memprediksi pertumbuhan penerimaan pajak pada 2026 memang akan terjadi, namun dengan tantangan pada kualitas basis pajak.
Ronny menekankan, “Tanpa perluasan sektor formal dan peningkatan kepatuhan, pertumbuhan pajak akan sulit lampaui pertumbuhan ekonomi secara signifikan.”
Senada, Strategic Research Manager CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet turut menyoroti risiko penerimaan pajak tahun depan. Ia menyebut penerimaan pajak akan menghadapi kerentanan struktural.
Menurut Yusuf, “Penerimaan pajak menghadapi kerentanan struktural karena tax buoyancy yang kerap berada di bawah 1, basis pajak yang sempit, serta ketergantungan yang tinggi pada pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen,” jelasnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (31/12/2025).






