Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan secara resmi menunjuk OpenAI OpCo LLC, perusahaan di balik chatbot populer ChatGPT, sebagai salah satu pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Penunjukan ini menandai perluasan basis pajak digital pemerintah ke sektor kecerdasan buatan (AI) yang terus berkembang.
Selain OpenAI, DJP juga menetapkan International Bureau of Fiscal Documentation dan Bespin Global sebagai pemungut PPN PMSE baru pada November 2025. Dengan penambahan tiga entitas ini, total perusahaan digital yang ditunjuk pemerintah mencapai 254 entitas. Namun, dalam periode yang sama, DJP mencabut status pemungut pajak dari Amazon Services Europe S.a.r.l.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menyatakan langkah ini bertujuan mengamankan penerimaan negara dari pemanfaatan teknologi yang makin masif. “Penunjukan pemungut PPN PMSE pada perusahaan yang bergerak di bidang artificial intelligence (AI) menunjukkan bahwa ekonomi digital semakin memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya dalam mendukung penerimaan negara,” ujar Rosmauli pada Senin (29/12/2025).
Hingga akhir November 2025, total setoran dari sektor usaha ekonomi digital secara keseluruhan telah menembus angka Rp44,55 triliun. Angka signifikan ini merupakan akumulasi dari berbagai pos penerimaan, mulai dari e-commerce hingga aset kripto.
Dari 254 perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut, sebanyak 215 pelaku usaha telah aktif menyetorkan pungutan pajaknya ke kas negara. Realisasi setoran PPN PMSE ini mencapai Rp34,54 triliun hingga 30 November 2025.
Kinerja penyetoran pajak dari sektor ini menunjukkan tren pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. Pada tahun 2025 saja, setoran yang masuk sudah mencapai Rp9,19 triliun, melampaui capaian tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, setoran pada tahun 2020 tercatat Rp731,4 miliar, melonjak menjadi Rp3,9 triliun pada 2021, Rp5,51 triliun pada 2022, Rp6,76 triliun pada 2023, dan Rp8,44 triliun pada 2024. “Dari seluruh pemungut yang telah ditunjuk, sebanyak 215 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total sebesar Rp 34,54 triliun,” tegas Rosmauli.
Selain PPN PMSE, kas negara juga dipertebal oleh penerimaan pajak dari transaksi aset kripto yang mencapai Rp1,81 triliun. Komponen ini terdiri dari PPh Pasal 22 sebesar Rp932,06 miliar dan PPN Dalam Negeri senilai Rp875,23 miliar.
Sektor teknologi finansial (fintech) atau peer-to-peer lending juga mencatatkan kontribusi positif sebesar Rp4,27 triliun hingga November 2025. Penerimaan ini mencakup PPh 23 dan PPh 26 atas bunga pinjaman, serta PPN Dalam Negeri atas setoran masa. Di sisi lain, pajak yang dipungut melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) turut menyumbang Rp3,94 triliun, berasal dari akumulasi PPh Pasal 22 dan PPN.
Pemerintah menetapkan pelaku usaha digital wajib menjadi pemungut PPN PMSE jika nilai transaksinya di Indonesia melebihi Rp600 juta setahun atau Rp50 juta sebulan. Kriteria lainnya adalah jumlah akses atau traffic melebihi 12.000 dalam setahun atau 1.000 pengakses dalam satu bulan.






