Cipta Cendikia Football Academy (CCFA) hadir dengan konsep pembinaan yang berbeda dari sekolah sepak bola (SSB) pada umumnya. Berdiri sejak 2016 untuk tim putra dan 2024 untuk tim putri, akademi ini mengintegrasikan pendidikan formal, asrama, dan latihan sepak bola dalam satu lingkungan terpadu.
Berbasis di kawasan Cibinong, Bogor, Cipta Cendikia merancang sistem yang memungkinkan pemain berkembang tidak hanya di lapangan, tetapi juga secara akademis dan mental. Para pemain bersekolah di institusi yang sama, tinggal di asrama, serta menjalani program latihan harian yang tersusun rapi.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
“Cipta Cendikia itu bukan seperti SSB pada umumnya. Cipta Cendikia itu adalah akademi sepak bola. Jadi kita semuanya ter-cover di dalam satu tempat, mereka sekolah di situ, mereka berasrama di dekat sekolah,” ujar Intan Fitriani, pemilik Cipta Cendikia Football Academy.
Pola Keseharian Terstruktur, dari Renang hingga Yoga
Perbedaan mencolok Cipta Cendikia dengan SSB lain terletak pada pola keseharian pemainnya. Jika SSB umumnya hanya berfokus pada latihan dua hingga tiga kali sepekan, Cipta Cendikia menerapkan pembinaan penuh waktu.
Pagi hari diisi dengan kegiatan sekolah. Setelah itu, pemain wajib beristirahat sebelum masuk sesi latihan sore. Malam hari masih diisi dengan kegiatan pendukung seperti les bahasa Inggris dan mengaji. Seluruh rutinitas ini dirancang agar pemain tumbuh seimbang, baik sebagai atlet maupun pelajar.
Cipta Cendikia FA juga memasukkan renang dan yoga ke dalam program latihan rutin. Daary Zhafraan Syam, salah satu pelatih, mengatakan bahwa ini menjadi bagian dari identitas akademi.
“Karena resource-nya ada, kita manfaatkan. Tidak banyak akademi atau SSB yang menerapkan renang dan yoga secara rutin. Itu jadi identitas Cipta Cendikia,” kata Zhafraan.
Renang difokuskan untuk melatih pernapasan, endurance, serta koordinasi tubuh. Sementara yoga bertujuan untuk menjaga kelenturan, kekuatan otot, hingga membantu pemain mengelola emosi dan fokus saat bertanding. Saat ini, Cipta Cendikia FA memiliki 14 pelatih yang menangani tim putra dan putri.
Beasiswa Penuh untuk Tim Putri dan Prestasi Gemilang
Salah satu kebijakan paling menarik dari Cipta Cendikia FA adalah beasiswa penuh bagi pemain putri. Tidak ada biaya pendaftaran, iuran bulanan, hingga biaya pertandingan. Pembinaan disiapkan dengan standar yang sama seperti tim putra. Saat ini, sembilan pemain putri tinggal di asrama, sementara beberapa lainnya masih berasal dari luar.
“Semuanya mereka tidak berbayar, baik pertandingan, baik akomodasi mereka, terus konsumsi juga semuanya free, tidak ada yang kita kenakan biaya,” ucap Intan.
Meski baru berdiri satu tahun, tim putri Cipta Cendikia sudah mencatatkan sejumlah pencapaian membanggakan. Di tahun ini, mereka menjuarai FOBISIA Football Competition di British School Jakarta, HYDROPLUS Piala Pertiwi U-14 Regional Jakarta, dan runner-up HYDROPLUS Piala Pertiwi U14 Regional Banten.
Di HYDROPLUS Soccer League U-15 Jakarta, mereka juga berada di puncak klasemen dengan torehan sempurna 39 poin, hasil dari 13 kemenangan beruntun dan belum terkalahkan. Salah satu andalan mereka, Ratu Anindya Zilvana, menjadi top scorer U-15 sementara dengan koleksi 21 gol. Di posisi kedua ada rekannya, Albianca Raula, yang mencetak 14 gol.
Bagi Cipta Cendikia FA, prestasi bukanlah satu-satunya tujuan. Akademi ini membawa misi jangka panjang untuk menghapus stigma bahwa pemain sepak bola, khususnya putri, lemah secara akademis.
“Sebenarnya visi dan misi kita adalah menciptakan pemain bola yang cerdas dan ber-attitude baik. Jadi yang masuk Cipta Cendikia harus sekolah, harus pintar semuanya, seperti itu,” kata Intan.
Kesempatan Bergabung dan Pengawasan Terpadu
Saat ini, Cipta Cendikia FA masih membuka kesempatan bagi pemain dari luar untuk bergabung, khususnya di tim putri. Kebijakan ini memberi ruang bagi pesepak bola muda yang belum bersekolah di Cipta Cendikia, tetapi ingin merasakan sistem pembinaan akademi.
“Untuk sekarang, tim putri masih terbuka untuk umum, termasuk yang berasal dari luar. Tapi pelan-pelan kami berharap mereka juga bisa bersekolah di sini, supaya benar-benar terkontrol,” ujar Intan.
Sistem satu atap yang diterapkan Cipta Cendikia memungkinkan akademi mengawasi banyak aspek keseharian pemain, mulai dari pola makan hingga aktivitas di luar lapangan. Salah satu aturan yang diterapkan adalah pembatasan penggunaan gawai.
“Penggunaan handphone kami batasi. Anak-anak hanya boleh menggunakan handphone di Jumat sore setelah yoga dan di akhir pekan. Selebihnya tidak,” kata Intan.
Pembinaan di Cipta Cendikia difokuskan pada jenjang SMP hingga SMA, sekitar usia 11-12 tahun, sampai enam tahun. Pemain yang masih di bangku SD merupakan hasil pembinaan dari program MilkLife Soccer Challenge dan akan masuk jenjang SMP di akademi.
“Kalau pembinaan utamanya sebenarnya mulai dari SMP, sekitar usia 11-12 tahun, sampai SMA. Jadi pemain bisa berada di Cipta Cendikia sampai enam tahun,” jelas Intan.
Para pemain merasakan langsung manfaat dari sistem terstruktur ini. Albianca Raula, salah satu pemain tim putri Cipta Cendikia, mengaku betah sejak bergabung awal 2025.
“Aku suka banget sama tim ini. Teman-temannya baik, suasananya seru, dan pas main di lapangan juga kompak,” kata Albianca.
Hal serupa dirasakan Khansa Rosyid. Meski para pemain tidak selalu bertemu setiap hari di luar pertandingan, kekompakan tetap terbangun saat kompetisi.
“Pertemanannya bagus, timnya juga solid. Kalau di pertandingan, komunikasinya jalan,” ujar Khansa.
Kekompakan itu terlihat di ajang Hydroplus Soccer League U-15 Jakarta, di mana tim putri Cipta Cendikia saat ini bertengger di puncak klasemen. Bianca dan Khansa pun sama-sama meraih penghargaan Best Player di ajang Piala Pertiwi regional.






