Pergantian tahun sering dimaknai sebagai awal yang baru, penuh suka cita dan harapan. Banyak orang mengisi momen ini dengan berkumpul bersama keluarga, kerabat, atau rekan untuk berbagi kebahagiaan. Ucapan selamat pun kerap disampaikan sebagai bentuk doa dan harapan agar kehidupan di tahun mendatang menjadi lebih baik dan bermakna.
Namun, praktik ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Islam mengenai hukum memberikan ucapan selamat tahun baru menurut syariat. Bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini?
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Hukum Memberikan Ucapan Selamat Tahun Baru Menurut Islam
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwanya menyatakan bahwa merayakan atau memberi ucapan selamat tahun baru Masehi bukanlah tindakan yang diharamkan. Pernyataan ini melansir laman Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI. Meski demikian, MUI memberikan catatan penting agar perayaan tersebut diselenggarakan secara bersahaja, proporsional, serta tetap menghormati ketertiban umum.
Pandangan serupa juga dijelaskan dalam tradisi keilmuan Islam. Mengutip situs resmi Nahdlatul Ulama, Syekh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kumpulan fatwanya membahas hukum mengucapkan selamat pada momen tertentu, termasuk pergantian tahun. Beliau mengutip pendapat ulama sebelumnya:
“Al-Qamuli dalam Al-Jawahir mengatakan: Aku tidak menemukan banyak pendapat kawan-kawan dari Madzhab Syafii ini perihal ucapan selamat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, ucapan selamat pergantian tahun dan pergantian bulan seperti yang dilakukan oleh banyak orang sekarang. Hanya saja aku dapat riwayat yang dikutip dari Syekh Zakiyuddin Abdul Azhim al-Mundziri bahwa Al-Hafizh Abul Hasan al-Maqdisi pernah ditanya perihal ucapan selamat bulan baru atau selamat tahun baru. Apakah hukumnya bid’ah atau tidak? Ia menjawab, banyak orang selalu berbeda pandangan masalah ini. Tetapi bagi saya, ucapan selamat seperti itu mubah, bukan sunah dan juga bukan bid’ah. Pendapat ini dikutip tanpa penambahan keterangan oleh Syaraf al-Ghazzi dalam Syarhul Minhaj.”
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa Islam tidak melarang pengucapan selamat tahun baru. Tidak ada perintah khusus yang mewajibkan, dan tidak ada pula larangan yang mengharamkan. Pergantian tahun justru bisa dijadikan momen untuk bersyukur atas kesempatan hidup yang masih diberikan, serta membawa harapan dan ruang untuk memperbaiki diri. Pada waktu ini, umat Islam dianjurkan memperbanyak doa kepada Allah SWT agar diberi kebaikan di tahun yang baru dan dijauhkan dari segala keburukan.
Contoh Ucapan Selamat Tahun Baru yang Islami
Bagi umat Muslim yang ingin menyampaikan ucapan selamat tahun baru dengan nuansa Islami, berikut beberapa contoh yang penuh doa baik:
- “Selamat Tahun Baru. Semoga tahun ini dipenuhi keberkahan, ketenangan, dan rahmat dari Allah SWT.”
- “Mari menyambut tahun baru dengan rasa syukur kepada Allah. Semoga setiap langkah selalu berada dalam ridha-Nya.”
- “Tahun baru menjadi waktu yang baik untuk berbenah diri. Semoga Allah memberi kekuatan agar menjadi pribadi yang lebih baik.”
- “Selamat Tahun Baru. Semoga setiap langkah yang dijalani semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.”
- “Bismillah, memulai tahun baru dengan niat baik dan hati yang tulus. Semoga Allah memudahkan setiap urusan.”
- “Ya Allah, di tahun yang baru ini, jadikanlah kami hamba-Mu yang senantiasa bersyukur dan taat.”
- “Selamat Tahun Baru. Semoga setiap ujian yang hadir menjadi jalan untuk menumbuhkan iman dan takwa.”
- “Semoga tahun ini membawa lebih banyak kesempatan untuk berbuat kebaikan. Selamat Tahun Baru Islami.”
- “Selamat Tahun Baru. Jadikan tahun ini sebagai langkah awal menuju ridha Allah SWT.”
- “Tahun baru, semangat baru. Saatnya memperbanyak amal saleh dan terus mendekat kepada Allah.”
Anjuran Muhasabah Diri bagi Umat Islam Saat Tahun Baru
Meski ucapan selamat tahun baru diperbolehkan, Islam mengajarkan bahwa yang lebih utama adalah muhasabah diri atau introspeksi. Mengutip buku Kumpulan Kultum Sepanjang Masa: Renungan Singkat Penuh Hikmah yang Menyentuh Hati dan Menyuburkan Iman karya Teguh Saputra, anjuran muhasabah diri dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 18:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Yā ayyuhal-lażīna āmanuttaqullāha waltanẓur nafsum mā qaddamat ligad(in), wattaqullāh(a), innallāha khabīrum bimā ta’malūn(a).
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Selain ayat Al-Qur’an, Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya muhasabah diri melalui sabdanya:
“Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan hiasilah dirimu sekalian (dengan amal shaleh) karena adanya sesuatu yang lebih luas dan besar, dan sesuatu yang meringankan hisab di hari kiamat yaitu orang-orang yang bermuhasabah atas dirinya ketika di dunia. (HR. Tirmidzi)”
Muhasabah diri menjadi penting karena manusia tidak pernah lepas dari salah dan dosa. Dengan muhasabah, seorang Muslim bisa perlahan membenahi diri, termasuk saat memasuki tahun yang baru. Ada beberapa manfaat yang bisa didapat dari muhasabah diri, di antaranya:
- Menyadari kekurangan dan aib diri sendiri sehingga bisa segera diperbaiki agar tidak merugikan diri maupun orang lain.
- Mengetahui sejauh mana iman dan takwa, sehingga lebih paham hak, kewajiban, dan larangan sebagai seorang Muslim.
- Dengan rutin bermuhasabah, muncul keinginan untuk terus memperbaiki diri dan menjauhi perbuatan tercela.
- Membantu meringankan hisab karena setiap tindakan dilakukan dengan lebih hati-hati dan penuh pertimbangan.
- Membentuk pribadi yang lebih bijak dalam memanfaatkan waktu.
- Mengantarkan pada taubat, sehingga lebih waspada terhadap dosa dan segera memohon ampun kepada Allah SWT saat berbuat salah.
Muhasabah diri memang sering dilakukan pada akhir tahun atau menjelang tahun baru. Namun, muhasabah tidak terbatas pada waktu tersebut saja. Setiap hari, muhasabah bisa dilakukan agar semakin peka terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki dalam diri. Imam Al-Ghazali menganjurkan umat Muslim untuk menyediakan waktu khusus untuk muhasabah setiap hari, baik pada pagi hari maupun malam hari. Pagi hari menjadi waktu yang baik untuk menata niat dan merencanakan kebaikan, sedangkan malam hari menjelang tidur menjadi saat yang tepat untuk merenungkan perbuatan dan ucapan sepanjang hari, agar esok bisa menjadi pribadi yang lebih baik.






