Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London secara resmi melaporkan Tia Emma Billinger, yang dikenal sebagai bintang porno Bonnie Blue, kepada otoritas Inggris. Laporan ini terkait dugaan aksi provokatif yang dilakukan Bonnie Blue di depan gedung KBRI London pada 15 Desember 2025 waktu setempat.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Yvonne Mewengkang, pada Rabu (24/12/2025), menyatakan Indonesia menyesalkan tindakan tak pantas Bonnie Blue yang melecehkan simbol nasional. Rekaman aksi tersebut diketahui telah beredar luas di media sosial.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
“KBRI London telah menyampaikan pengaduan resmi kepada otoritas terkait di Inggris, termasuk Kementerian Luar Negeri Inggris dan kepolisian setempat, untuk penanganan lebih lanjut sesuai hukum, prosedur, dan kewenangan yang berlaku,” tegas Yvonne.
Yvonne menekankan bahwa Bendera Merah Putih merupakan simbol kedaulatan dan kehormatan bangsa Indonesia yang wajib dihormati oleh siapapun dan di manapun. Ia menambahkan, kebebasan berekspresi tidak dapat digunakan sebagai pembenaran untuk merendahkan simbol negara lain. Semua pihak, menurutnya, harus menghormati prinsip saling menghormati dalam hubungan antarnegara.
Yvonne berharap masyarakat menyikapi peristiwa ini secara bijak dan tidak terprovokasi. Ia juga memastikan bahwa Bonnie Blue telah dideportasi dari Indonesia dan dikenai penangkalan masuk RI selama 10 tahun. Sanksi ini dijatuhkan atas pelanggaran keimigrasian dan pelanggaran hukum lain yang dilakukannya saat berada di Bali.
Kasus ini bermula dari keresahan masyarakat terkait aktivitas Bonnie Blue dan belasan warga negara asing (WNA) lain yang dinilai mengganggu ketertiban umum di Bali. Bonnie Blue kemudian ditangkap oleh Polres Badung di sebuah studio di Pererenan pada 4 Desember 2025.
Meskipun dugaan tindak pidana pornografi tidak terbukti dengan dalih konten hanya untuk kepentingan pribadi, polisi tetap memproses Bonnie Blue atas dugaan pelanggaran lalu lintas. Bonnie Blue dan para WNA tersebut diketahui masuk ke Indonesia dengan visa kunjungan saat kedatangan (VoA), namun justru menggunakannya untuk aktivitas produksi konten komersial yang berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, dalam pernyataan tertulisnya pada Senin (22/12), menjelaskan alasan penjatuhan sanksi. “Kami menjatuhkan sanksi penangkalan selama 10 tahun karena aktivitas tersebut tidak selaras dengan upaya pemerintah dalam menjaga citra pariwisata Bali yang berkualitas dan menghormati nilai budaya lokal,” ucap Yuldi.






