Hiburan

Chanee Kalaweit Ungkap Tekanan 9 Tahun dari Kemenhut, Larang Ungkap Isu Konservasi

Advertisement

Aktivis lingkungan Chanee Kalaweit secara terbuka mengungkapkan pengalamannya menghadapi tekanan dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut) selama sembilan tahun terakhir. Ia mengaku dilarang untuk membahas isu-isu konservasi hutan di Indonesia, terutama melalui media sosial.

Pengakuan ini disampaikan Chanee melalui unggahan video di akun Instagramnya, @chaneekalaweit, pada Minggu (7/11/2025). Pria asal Prancis yang telah mendirikan Yayasan Kalaweit di Indonesia selama 27 tahun ini merasa selama ini tidak mendapat perhatian yang memadai dari Kemenhut.

“Saya akan jujur selama 27 tahun berjuang di Indonesia dengan Yayasan Kalaweit, walaupun menjadi mitra Kementerian Kehutanan, walaupun mendapat banyak sekali dukungan dari masyarakat Indonesia, kami selama ini dicuekin oleh Kementerian Kehutanan (atau) oleh Menteri Kehutanan sebelumnya,” ujar Chanee dalam video tersebut.

Tekanan dan Pembatasan Akses Informasi

Lebih lanjut, Chanee merinci bahwa Kemenhut di bawah menteri sebelumnya tidak hanya mengabaikan, tetapi juga memberikan tekanan agar pihaknya tidak mempublikasikan pembahasan mengenai konservasi hutan.

“Jangankan hanya dicuekin, selama sembilan tahun terakhir di masa jabatan menteri sebelumnya, kami tidak hanya dicuekin, kami ditekan. Perizinan kami tidak diperpanjang,” ungkap Chanee dengan nada prihatin.

Ia menambahkan, “Bahkan kami dibatasi atau kami dilarang post di media sosial (terkait) hal-hal yang tidak disukai kementerian soal konservasi. Gawat, ya.”

Akibatnya, komunikasi antara Yayasan Kalaweit dan Kemenhut mengalami stagnasi. Pembatasan serupa juga diklaim Chanee berdampak pada organisasi nirlaba lingkungan lainnya.

Pertemuan Momentum dengan Menteri Kehutanan Baru

Titik terang baru muncul ketika Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni melakukan kunjungan ke lokasi rehabilitasi satwa owa di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, pada Jumat (5/12/2025). Pertemuan ini menjadi momentum penting bagi Chanee untuk kembali menjalin komunikasi.

“Baru kemarin Pak Menteri Kehutanan datang ke sini dan itu menjadi momentum di mana beliau mau mendengarkan masukan, saran, dan sudut pandang dari Kalaweit tentang situasi alam di sini,” kata Chanee, menunjukkan optimisme.

Advertisement

Dalam pertemuan tersebut, Chanee mengajak Raja Juli Antoni untuk melihat langsung kondisi bekas tambang batu bara yang belum direklamasi serta lahan kelapa sawit di kawasan tersebut melalui penerbangan pesawat kecil.

Chanee menilai pertemuan tersebut membuka peluang komunikasi yang lebih baik antara organisasi nirlaba lingkungan dengan pemerintah, khususnya Kemenhut. Ia menegaskan bahwa pemulihan kerusakan alam Indonesia membutuhkan waktu panjang.

“Karena fungsi NGO memang harus berbuat di lapangan seperti program kami dengan masyarakat di sini misalnya atau di Sumatra Barat. Harus teriak, tetapi tidak asal teriak dan tidak hanya teriak,” ujar Chanee.

Ia menambahkan, “Pada saat tertentu, kita harus mampu juga memberi saran, masukan, solusi, bagi siapa saja. Apalagi kepada seorang menteri yang mampu mengambil kebijakan.”

Profil Chanee Kalaweit dan Yayasan Kalaweit

Chanee Kalaweit, lahir di Prancis pada 2 Juli 1979, memiliki darah keturunan Indonesia dari ibunya. Sejak usia 18 tahun, dengan dukungan aktris Muriel Robin, ia datang ke Indonesia dan mendirikan Yayasan Kalaweit pada 1998.

Yayasan ini berfokus pada penyelamatan owa dan satwa liar lainnya di Kalimantan dan Sumatra dari ancaman perdagangan ilegal. Selain itu, Chanee juga mendirikan cagar alam swasta untuk melestarikan satwa endemik Kalimantan seperti owa-owa, siamang, beruang madu, buaya, dan bekantan.

Saat ini, Yayasan Kalaweit mengelola dua kawasan konservasi di Kalimantan Tengah, yaitu The Dulan Reserve dan The Kalaweit Pararawen Nature Reserve, dengan total luas 1.054 hektare. Di Sumatra Barat, terdapat The Supayang Reserve seluas 400 hektare.

Advertisement