Tren

Tesla Terancam Larangan Penjualan di California Usai Penamaan “Autopilot” Dianggap Menyesatkan

Advertisement

Tesla kembali menghadapi tantangan serius terkait strategi penamaan fitur pada kendaraan listriknya. Departemen Kendaraan Bermotor California (DMV) secara resmi menilai istilah “Autopilot” dan “Full Self-Driving Capability” yang digunakan Tesla menyesatkan konsumen dan melanggar hukum negara bagian. Akibatnya, Tesla terancam sanksi berat, termasuk potensi pelarangan penjualan di pasar terbesarnya.

Penamaan tersebut dinilai memberikan kesan bahwa mobil dapat mengemudi sendiri secara penuh, padahal kenyataannya fitur ini masih membutuhkan pengawasan aktif dari pengemudi. DMV menyatakan Tesla melanggar hukum karena menggambarkan sistem bantuan pengemudi tingkat lanjut (ADAS) sebagai sistem yang mampu melakukan perjalanan jarak pendek dan jauh tanpa tindakan pengemudi, padahal mobil tersebut tidak dapat beroperasi secara otonom.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Sejak Mei 2021, Tesla memasarkan fitur tersebut dengan klaim bahwa “sistem dirancang untuk mampu menyelesaikan perjalanan tanpa tindakan dari pengemudi.” Pernyataan inilah yang menjadi titik utama keberatan regulasi. Sebagai respons, Tesla telah mengubah label “Full Self-Driving Capability” menjadi “Full Self-Driving (Supervised)”.

Namun, untuk fitur “Autopilot”, perusahaan hanya menambahkan catatan bahwa fitur tersebut merupakan rangkaian bantuan pengemudi yang tidak membuat kendaraan sepenuhnya otonom atau menggantikan pengemudi. Catatan resmi Tesla pada situs pendukung menyatakan, “Autopilot merujuk pada rangkaian fitur bantuan pengemudi yang bertujuan membuat pengemudian lebih nyaman dan kurang menegangkan.” Pernyataan ini dinilai belum cukup untuk meredam kekhawatiran otoritas di California.

DMV memberikan kesempatan bagi Tesla untuk memperbaiki masalah penamaan tersebut sebelum dikenakan sanksi lebih lanjut. Jika Tesla tidak mengganti nama fitur “Autopilot” sesuai tuntutan, perusahaan berisiko terhambat dalam penjualan mobil listriknya di California, negara bagian dengan pasar terbesar bagi Tesla.

Advertisement

Perubahan nama ini kemungkinan besar tidak akan semenarik istilah sebelumnya yang mudah diingat dan memiliki daya tarik pemasaran kuat.

Isu ini bermula dari pemasaran fitur bantuan pengemudi Tesla dengan nama “Autopilot” dan “Full Self-Driving Capability”. DMV California kemudian menilai penamaan tersebut menyesatkan dan melanggar aturan negara bagian. Sebagai respons, Tesla mengubah “Full Self-Driving Capability” menjadi “Full Self-Driving (Supervised)”, namun tetap mempertahankan nama “Autopilot” dengan catatan di situs resmi. Kondisi ini membuat DMV memberikan peringatan dan ancaman larangan penjualan jika Tesla tidak mengubah nama “Autopilot”, sehingga Tesla kini menghadapi tekanan hukum dan pemasaran di pasar kendaraan listrik terbesar Amerika Serikat.

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi produsen otomotif mengenai kejelasan dan akurasi dalam mengkomunikasikan kemampuan teknologi mobil. Terlebih dalam pasar mobil listrik dan kendaraan otonom yang sangat diawasi, pernyataan yang kurang jelas dapat mengakibatkan sanksi hukum dan menurunkan kepercayaan konsumen. Nama sebuah teknologi tidak hanya soal pemasaran, tetapi juga tanggung jawab transparansi terhadap kapasitas dan batas teknologi tersebut. Tesla, yang dikenal inovatif, harus menyeimbangkan daya tarik merek dan akurasi informasi agar tidak kehilangan peluang pasar penting.

Masa depan nama “Autopilot” akan sangat bergantung pada negosiasi dan peraturan pemerintah yang berlaku. Namun jelas bahwa istilah yang menimbulkan kesalahpahaman harus dihindari demi menjaga keselamatan dan kepercayaan publik dalam ekosistem kendaraan pintar.

Advertisement
Mureks