Tahukah Anda? Tala’ al-Badru Alayna, Nyanyian Tertua Dalam Islam

oleh
oleh

Nyanyian tertua dalam sejarah Islam sendiri adalah Tala’ al-Badru Alayna yang digunakan kalangan Anshar (penduduk Madinah) untuk menyambut Nabi Muhammad dan kaum Muhajirin (penduduk Mekah yang berhijrah). Nyanyian ini tercatat di beberapa hadis yang mengisahkan perjalanan nabi, bahkan memiliki kontroversi yang membaginya dalam dua versi.

Versi pertama dari kisahnya, menurut Ahmad Sabiq dalam Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia (2017), bahwa nasyid ini dinyanyikan ketika Nabi Muhammad melakukan hijrah dari Mekkah pada 622 Masehi.

Riwayat yang menyebutkan penyambutan dengan lantunan itu ada pada kesaksian Ubaidullah bin Muhammad bin Aisyah. Kesaksian itu diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al Fawaid, bahwa kedatangan Nabi membuat para wanita dewasa dan anak-anak kecil melantunkan Thala al-Badru.

Lirik dari nyanyian itu antara lain berbunyi:

“Thala al Badru ‘alaynaa (Telah datang rembulan pada kita)
Min tsaniyatil wadaa’ (Dari lembah Wada’)
Wajaba al-sukru ‘alaynaa (Wajiblah kita mengucap syukur)
Maa da’a lillaahi daa’ (Dimana seruan adalah pada Allah)
Ayyuha al-mab’utus fina (Wahai engkau yang dibesarkan di kalangan kami)
Ji’ta bil amri al-mutha’ (Datang dengan seruan untuk dipatuhi)
Ji’ta syarafta al madinah (Kau tiba membawa kemulian pada kota ini)
Marhanan ya khayra daa’ (Selamat datang penyeru terbaik ke jalan yang benar.
Sabiq menulis, bahwa kisah ini sangat lemah lantaran dalam liriknya yang menyebut “dari lembah Wada’” adalah tidak tepat bila diperuntukkan untuk pendatang dari Mekkah. Sebab lembah Wada’, secara geografis berada di sisi utara kota Yatsrib. Sedangkan Mekkah, berada di selatan.

Versi kedua kedua dari kisah itu mengungkap bahwa lantunan ini dinyanyikan dari Ekspedisi Tabuk. Ekspedisi itu dilakukan oleh kaum Muslim ke Tabuk untuk menghadapi kekuatan Byzantium. Meski demikian, pertempuran tak pernah terjadi karena pihak musuh tak hadir.

Tabuk sendiri merupakan kota 623 kilometer di utara Madinah. Menurut Yasir Qadhi, seorang ulama di Texas dalam seminar Seerah of Prophet Muhammad (2014), dihuni 10.000 hingga 30.000 penduduk yang kemudian mengikuti Nabi Muhammad.

Lantunan itu, menurut ulama Ibnu Al-Qayyim dalam Zadul Ma’ad, lebih masuk akal karena Lembah Wada’ terletak di arah Tabuk dan Syam. Lebih memungkinkan dilewati Nabi Muhammad daripada lewat Mekkah.

Kisah inilah yang membuat cendikiawan Muslim, Imam al-Ghozali (1058-1111) lewat bukunya Ihya’, membolehkan nyanyian dan musik.

Nyanyian adalah sesuatu yang bisa membangkitkan rasa senang dan gembira, sehingga dibolehkan untuk bersenang-senang. Sebab ketika Nabi Muhammad mengunjungi Madinah, para penduduk menabuh duff (semacam gendang) dan bersenandung Thala ‘Al-Badru Alayna, tulisnya.*