Tren

Sama-sama Pohon, Mengapa Kelapa Sawit Tak Selalu Menguntungkan?

Advertisement

Indonesia memegang posisi sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, dengan produksi minyak sawit mencapai 46 juta metrik ton pada periode 2024-2025. Angka ini dua kali lipat lebih banyak dibandingkan Malaysia. Mayoritas perkebunan sawit Indonesia terpusat di Pulau Sumatera, dengan luas mencapai lebih dari 8,178 juta hektar.

Seluruh bagian kelapa sawit memiliki nilai ekonomi tinggi, dapat diolah menjadi minyak inti sawit mentah, minyak goreng, margarin, bahan bakar, kosmetik, dan berbagai produk lainnya. Namun, di balik potensi ekonominya, penanaman pohon kelapa sawit tidak selalu memberikan keuntungan yang diharapkan. Terlebih, pohon sawit tidak dapat sepenuhnya menggantikan fungsi ekologis hutan yang sebenarnya.

Analisis Ekonomi: Untung Rugi Penanaman Sawit

Direktur Eksekutif Center of Economic Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyoroti adanya kerugian ekonomi yang signifikan di balik penanaman kelapa sawit, terutama bagi masyarakat Sumatera.

“Sumbangan Dana bagi Hasil (DBH) Perkebunan Sawit di Aceh hanya Rp 12 miliar di 2025, sedangkan mineral dan batu bara Rp 56,3 miliar,” kata Bhima, saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (4/12/2025). Angka ini dinilai jauh lebih kecil jika dibandingkan kerugian akibat banjir di Aceh yang mencapai Rp 2,04 triliun.

Kerugian banjir tersebut bahkan lebih besar daripada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tambang Aceh yang hanya Rp 929 miliar per 31 Agustus 2025. Bhima menghitung kerugian total akibat banjir bandang di Aceh, meliputi rumah, infrastruktur, pendapatan keluarga, lahan sawah, dan perbaikan jalan, mencapai Rp 2,2 triliun.

Secara ekonomi nasional, kerugian negara akibat bencana ekologis yang dipicu alih fungsi lahan untuk sawit dan pertambangan jauh lebih besar. Kerugian ini mencapai Rp 68,6 triliun dibandingkan sumbangan Penjualan Hasil Tambang (PHT) sebesar Rp 16,6 triliun per Oktober 2025. Hal ini menunjukkan bahwa penanaman kelapa sawit berpotensi lebih banyak merugikan karena dapat memicu bencana ekologis.

Dampak Lingkungan: Kerusakan Lebih Besar dari Manfaat

Dari sisi lingkungan, penanaman kelapa sawit juga menimbulkan dampak negatif yang signifikan. Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS), Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Hatma Suryatmojo, menjelaskan bahwa perkebunan sawit dapat memberikan dampak buruk bagi ekosistem di sekitarnya.

Advertisement

“Kalau sisi dampak yang dihasilkan dengan kerusakan lahan, kepunahan, hayati, penurunan fungsi ekologis, dan hidrologis dibandingkan ekosistem hutan alam tropis mungkin nilai ekonominya justru negatif,” kata Hatma, saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (7/12/2025).

Meskipun perkebunan sawit dapat menyerap karbon, kelapa sawit tidak dapat menggantikan peran hutan alam tropis sebagai bank karbon. Struktur vegetasi hutan tropis yang kompleks, baik secara vertikal maupun horisontal, dengan kanopi dan tutupan hutan yang rapat, serta hutan alam dan gambut yang menyimpan stok karbon lebih banyak di biomassa dan tanah, menjadikannya lebih unggul.

“Secara neraca jangka panjang, konversi hutan ke sawit hampir selalu berarti kehilangan karbon bersih, meskipun kebun sawit tampak ‘hijau’ dan produktif,” imbuhnya.

Perkebunan sawit yang bersifat homogen dan lantai kebun yang selalu bersih mengurangi kapasitasnya dalam mengendalikan air hujan. Akibatnya, tingkat infiltrasi menurun, limpasan air dan erosi meningkat, yang berpotensi menyebabkan tanah longsor dan banjir.

Perbandingan Sawit dan Hutan Alam

Kemampuan mengendalikan daur air menjadi perbedaan kentara antara pohon kelapa sawit dan hutan alam. Hutan alam menahan air hujan melalui tajuk berlapis dan serasah tebal di lantai hutan, serta struktur tanah yang kaya bahan organik dan memiliki banyak makropori, sehingga air mudah meresap.

Hal ini menyebabkan limpasan air rendah, erosi terkendali, dan sedimen sungai minimal. Sebaliknya, perkebunan sawit minim kanopi bawah dan serasah. Pengelolaan perkebunan yang menggunakan pembersih gulma, alat berat, dan pemadatan jalan panen semakin memperparah struktur tanah yang padat dan menurunkan infiltrasi.

Advertisement