Ngopi Cow, Perkuat Kembali Perlindungan Pers

oleh
oleh

PALEMBANG — Aparat perlu ketegasan dalam menangani kasus-kasus yang mengancam profesi wartawan jangan sampai justru aparat tidak berpihak dalam melindungi profesi wartawan.
Sebaliknya wartawan juga wajib kerja secara profesional dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta UU tentang pers.
Demikian benang merah dan acara Ngopi Cow (Ngobrol Pintar Caro Wartawan), Kamis (8/7/2021) di Kantor PWI Sumsel Jalan Supeno No 11 Kambang Iwak Palembang.
Ngopi Cow dengan topik Urgensi Perlindungan Profesi Wartawan yang diinisiasi oleh Bidang Hukum dan pembelaan wartawan PWI Sumsel menghadirkan Kapolda Sumsel Irjen Pol Prof. Dr. Eko Indra Heri S MM, yang diwakili Dir Intelkam Kombes Pol Ratno Kuncoro.
Di awal acara Ratno mendapat sambutan ucapan ulang tahun ke 75 Bhayangkara dan diberikannya kue ulang tahun.
Ratno pun memotong kue dari PWI Sumsel diberikan ke ketua PWI Sumsel Firdaus Komar dan Ketua SMSI Jhon Heri serta perwakilan dari Pemred diterima oleh Pemred Pal TV Suzan.
Acara akan dilaksanakan semi virtual, dikemas dalam dialog sharing menghadirkan Pimpinan organisasi wartawan dan perusahaan pers, Pemimpin Redaksi (cetak, elektronik, dan siber) dan Praktisi hukum serta akademisi, serta para pengurus PWI Sumsel.
Menurut Firdaus, dalam pembukaan acara kegiatan ini dilaksanakan untuk memperkuat kembali terkait dengan perlindungan profesi wartawan. Profesi Wartawan memang sangat rawan dan rentan terhadap ancaman terutama saat melaksanakan tugas jurnalistik.
Menurut Ratno, pihak nya sangat menjunjung tinggi tugas tugas Wartawan dan wajar dalam kaitan tugas jurnalistik mendapat perlindungan hukum.
Diskusi berjalan hangat, karena pertanyaan yang disampaikan baik oleh Ketua Organisasi Pers, Pimpinan Redaksi dan wartawan seolah menjadi buncahan yang hendak meledak.
Karena dalam melaksanakan tugas kewartawanan mengandung risiko cukup tinggi. sehingga wartawan kerap mendapat ancaman baik secara verbal, fisik hingga penghilangan nyawa.
Merespon ini DirIntelkam Polda memberikan keyakinan bahwa pihaknya, melindungi warga negara Indonesia termasuk wartawan. “Jangan ragu, silahkan kontak saya. Anggota saya, “ tegas Ratno.
Ketua PWI Sumsel Firdaus Komar menyatakan apresiasi kepada Polda Sumsel yang siap memback up wartawan di Sumsel dalam menjalan aktivitasnya.
Para wartawan dan Pemred mengemukakan terkait dengan ancaman bukan hanya fisik juga psikis. Misalnya mengirim ke link WA berupa foto dan video yang tidak layak.
Menariknya dalam acara ini dilakukan pengundian door prize untuk penanya dan peserta baik online maupun offline.
Mengapa profesi Wartawan menjadi menarik. Profesi Wartawan termasuk salah satu pekerjaan yang pada idealnya harus memiliki kemampuan dan standardisasi profesi.
Menurut Firko, standardisasi ini berkaitan dengan karya jurnalistik yang dihasilkan, karena Wartawan adalah orang yang secara berkala, melaksanakan tugas jurnalistik melakukan tahapan 6 m (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelolah dan mempublikasikan ) karya jurnalistik.
Jika proses menghasilkan karya jurnalistik, tidak dilakukan demikian artinya bukan termasuk konsep Wartawan yang dikehendaki dari UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Sudah seharusnya Wartawanlah ujung tombak yang melaksanakan fungsi pers seperti yang tertera dalam UU No 40 tahun 1999 tentang pers, yaitu fungsi pendidikan, informasi, kontrol sosial, hiburan dan fungsi ekonomi.
Wartawan yang memiliki idealisme, dapat dilihat dari pendapat Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.Sepuluh Elemen Jurnalisme disusun berdasarkan buku “9 Elemen Jurnalisme” dan “Blur” karya Bill Kovach & Tom Rosenstiel yang sangat dihormati di dunia jurnalisme.
Diantaranya yaitu tuga sutama praktisi jurnalisme adalah memberitakan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud bukan perdebatan filsafat atau agama, tapi kebenaran fungsional yang sehari-hari diperlukan masyarakat.
Kemudian loyalitas utama wartawan pada masyarakat, bukan pada perusahaan tempatnya bekerja, pembaca, atau pengiklan. Wartawan harus berpihak pada kepentingan umum.
Sedangkan Esensi jurnalisme adalah verifikasi, memastikan bahwa data dan fakta yang digunakan sebagai dasar penulisan bukan fiksi, bukan khayalan, tetapi berdasarkan fakta dan pernyataan narasumber di lapangan.
Kemudian wartawan harus independen, artinya tak masalah untuk menulis apapun (baik/buruk) tentang seseorang sepanjang sesuai dengan temuan/fakta yang dimilikinya. Independensi harus dijunjung tinggi di atas identitas lain seorang wartawan.
Kembali ke peristiwa pembunuhan wartawan, dalam melaksanakan tugas jurnalistik wartawan tetap memiliki dua pilihan hati nurani yang telah memiliki kode etik jurnalistik. Pilihannya apakah mau menjadi wartawan yang benar atau sebaliknya hanya memanfaatkan atau mengkamuflasekan profesi Wartawan untuk tujuan lain. Pilihan ini semua memiliki risiko bahkan sampai dibunuh.
“Mudah mudahan dengan sharing ini, akan memperkuat saling sinergi untuk melindungan tugas profesi wartawan,” jelasnya. (*)