Hirjah Alam Bintoro: Dasar Hukum Pilkades Mura Rancu

oleh
oleh

MUSIRAWAS-Dasar hukum pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) di 112 desa di Kabupaten Musi Rawas (Mura) rancu, hal ini disebabkan Pilkades yang dilaksanakan pada 8 April lalu mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) terbaru, namun tidak diringi Peraturan Bupati (Perbub) terbaru dan hanya mengacu pada Perbub Nomor 11 tahun 2016 tentang petunjuk pelaksanaan Pilkades.

“Secara dasar hukum tidak sinkron, Perda terbaru namun Perbubnya lama. Sehingga sangat rancu dan kacau. Pasca Pilkades ini, juga banyak gugatan dan didalam Perbub maupun Perda yang digunakan, tidak mengatur mekanisme laporan atau sanggahan hasil Pilkades baik secara pidana maupun perdata. Sehingga para calon kepala desa (Cakades), kebingungunan hendak melapor kemana,” sampai Ketua Jaringan Kemandirian (JAMAN) Kecamatan Megang Sakti, Hijrah Alam Bintoro kepada Musirawas Ekspres, Selasa (13/4).

Menurut ia, antara Perda dan Perbub seharusnya beriringan, sehingga tidak dasar hukum yang digunakan jelas. Pilkades kemarin (8/4) lalu, mengacu pada Perbub Perbub Nomor 11 tahun 2016 tentang petunjuk pelaksanaan Pilkades. Dimana dalam Perbub tersebut, Pilkades dilaksanakan secera e-Voting, sedangkan kali ini dilaksanakan secara manual.

“Untuk dewan pengawas Pilkades juga tidak diatur, jadi sangat-sangat wajar jika Pilkades tahun ini banyak gugatan dan persamalahan, karena memang untuk dasar hukumnya saja juga rancu atau tidak sinkron,” imbuhnya.

Lanjut ia, Perda terbaru yang di buat tidak di berbarengan dengan keputusan Pokja kabupaten tentang jadwal pemilihan 8 april 2021 terkesan ada keterlambatan sosialisai. Sehingga panitia Pilkades di setiap desa masih mengacu pada Perbub lama. Hal ini menimbulkan di sebagian desa timbul ketidak puasan dalam pesta demokrasi dan menuai kekecewaan , mulai dari tehnis, pencalonan, pelaksanaan dan tata cara pemilihan.
“Ini yang terjadi kerincuhan dalam pilkades serentak di Kabupaten Mura,” ujarnya.

Tak hanya itu, banyak kesepakatan penyelenggara Pilkades yang di langgar sendiri, contoh tentang sosialisai pencoblosan yang kurang di masyarakat hingga banyak suara yang tidak sah. Pembagin TPS berdasarkan jumlah mata pilih dalam desa, tempat pemungutan suara terkesan tidak mengindahkan prokes Covid 19.

“Sampai saat ini setelah pasca Pilkades ada beberpa desa yang complin dengan pihak Pokja mulai dari desa sampai ke kabupaten. Ada juga yang sudah mengadukan ke pihak legislatif untuk meminta kepastian hukum dalam pildes serentak di Musi Rawas, kerane mamang tidak diatur mekanisme untuk sanggahan atau pengaduan. Sehingga Cakades, mencari jalannya sendiri-sendiri,” sampainya. (jul)