Frasa Agama Raib, Pemuda Kritik Keras Menteri Pendidikan

oleh
oleh

Laporan: Agus Subhan Bakin

EMPATLAWANG – Hilangnya frasa agama diganti dengan akhlak dan budaya di Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020 – 2035. Keputusan yang diambil oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menuai banyak kritik bertubi-tubi dari berbagai golongan. Tak ketinggalan, tokoh-tokoh pemuda di Empat Lawang pun tak tahan ingin berkomentar.

Salah satunya ialah dari Agus Subhan Bakin selaku tokoh dari PD Pemuda Muhammadiyah. Menurutnya rancangan Peta Jalan Pendidikan Nasional 20 tahun kedepan atau sampai 2035, jangan sampai menentang Konstitusi atau peraturan, sebab merunut hinarki hukum atau aturan UU yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta peraturan pemerintah, UU Sisdiknas, UUD 1945 dan puncaknya adalah Pancasila

“Dari yang saya baca, Kemendikbud ngomong baru rancangan, dan masih menerima masukan dari berbagai pihak karena, hal tersebut menentukan pendidikan kita dalam 20 tahun ke depan. Pertanyaannya adalah kok bisa Kemendikbud membuat rancangan peta yang tidak sejalan dengan pasal 31 UUD 1945, ayat 3?” kata Bakin, Kamis (11/3).

Bakin melanjutkan, hilangnya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional jelas melanggar Hukum/konstitusi UU yang lebih tinggi.

“Kalau kami pemuda Muhammadiyah, sebagai organisasi dakwah mengatakan hilangnya frasa agama atau tidak terdapatnya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional tidak sejalan dengan UUD 45, pasal 31 ayat 5,” ucapnya.

Di tempat berbeda, Ketua Pengurus Bersama Ikatan Alumni Latihan Kepemimpinan Siswa (PB IKA LKS) Empat Lawang, Soni Permata Subuh mempertanyakan alasan hilangnya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020 – 2035. Bukankah frasa agama diluncurkan Kemendikbud guna menjalankan amanat untuk mencerdaskan bangsa? Peta jalan itu disusun sebagai rambu-rambu dalam sistem pendidikan nasional hingga 2035.

“Meskipun hingga saat ini penyusunan peta jalan itu belum kunjung rampung dan belum final, saya memandang hilangnya frasa agama sebagai acuan nilai berdampak besar pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan nantinya,” ujar Soni.

Padahal, lanjut Soni, kalau merujuk pada Peta Jalan Pendidikan Nasional yaitu ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan secara eksplisit bahwa agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional.

“Mungkin Kalau orang hukum mengatakan hal ini Pelanggaran Konstitusional, tapi kami sebagai organisasi kepemudaan itu kalimatnya adalah ‘tidak singkron’ dengan Pasal 31,” lanjutnya.

Soni menambahkan, pada dasarnya inilah yang sering mengundang tanya, ini tim perumusnya sengaja, belum rampung, atau memang ada pikiran lain sehingga kata agama menjadi hilang.

“Problem ini adalah problem yang serius menurut saya yang perlu dijadikan masukan penting bagi pemerintah. Agar kita berpikir bukan dari aspek primordial, tapi berpikir secara konstitusional, karena itu sudah tertera langsung tanpa perlu interpretasi di dalam Pasal 31. Kita sama-ama berharap agar kemendikbud dapat menerapkan segala bentuk sitem dan aturan sesuai dengan ketentuan dan keperluan masyarakat terutama pada aspek pendidikan. Saya mengajak untuk selalu aktif mengkritisi, peka terhadap persoalan dan tidak apatis terhadap hal-hal semacam ini, ini bagian kepedulian dan kontribusi kita terhadap negeri,” ucap Soni.

Penolakan juga diungkapkan oleh Jon Kenedi selaku Ketua Aktivis Muslim Empat Lawang (AMAL), ia menuturkan kebijakan Kemendikbud dalam hal ini Peta Jalan Pendidikan di Indonesia dalam profil pelajar Pancasila yang dikutip dalam konstitusi dan Undang-Undang Sisdiknas hanyalah Akhlak Mulia dan Kecerdasan saja dan menghilangkan nilai-nilai agama. Kebijakan ini tentu menjadi hal yang tidak seimbang berdasarkan Undang-undang 20 tahun 2003 sebagaimana sudah jelas bunyinya. Maka dalam hal ini, kebijakan beruntun dari Kemendikbud wabilkhusus Peta Jalan Pendidikan merupakan kapasitas ketidakmampuan Kemendikbud dalam membawa pendidikan di Indonesia kearah yang Lebih Baik dan profesional serta tolenransi dalam setiap aspek untuk kemajuan Bangsa Indonesia.

“Tidak ada pilihan selain Kemendikbud wajib mencabut keputusannya ini agar tidak adanya perpecahan di Bangsa ini terutama di bidang Pendidikan,” tegas Jon Kenedi.*