Kontroversi mewarnai ajang kontes bernyanyi Eurovision 2026. Empat negara, yakni Irlandia, Belanda, Slovenia, dan Spanyol, mengumumkan boikot sebagai bentuk protes atas keputusan European Broadcasting Union (EBU) yang tetap mengizinkan Israel berkompetisi.
Keputusan ini muncul menyusul desakan berbagai pihak agar Israel dikeluarkan dari ajang musik internasional tersebut. Eurovision 2026 dijadwalkan berlangsung di Wina, Austria, pada 16 Mei 2026. Ajang tahun depan ini juga akan menandai edisi ke-70 penyelenggaraan kontes tersebut.
EBU Putuskan Israel Tetap Berpartisipasi
Dalam sidang umum EBU pada Kamis (4/12/2025), tidak ada pemungutan suara yang digelar terkait status keikutsertaan Israel. EBU menyatakan bahwa mayoritas anggota sepakat ajang tersebut tetap berjalan sesuai rencana, dengan penerapan langkah-langkah keamanan tambahan.
“Mayoritas anggota sepakat bahwa tidak perlu pemungutan suara lebih lanjut terkait keikutsertaan dan bahwa Eurovision 2026 harus berjalan sesuai rencana,” demikian pernyataan EBU yang dilansir NME, Senin (8/12/2025). Keputusan ini sontak memicu penolakan dari sejumlah penyiar publik.
Respons Negara yang Memboikot
Penyiar nasional Irlandia, RTÉ, menilai keikutsertaan Israel dalam kondisi saat ini tidak adil mengingat banyaknya korban sipil di Gaza. Sementara itu, RTVE dari Spanyol menyatakan tidak akan menyiarkan kompetisi maupun babak semifinal. Mereka menilai proses pengambilan keputusan EBU tidak transparan.
Spanyol tercatat akan absen dari Eurovision untuk pertama kalinya sejak tahun 1961. Keputusan ini mendapat dukungan dari Menteri Kebudayaan Spanyol, Ernest Urtasun, yang menekankan bahwa prioritas RTVE adalah hak asasi manusia, bukan kepentingan ekonomi.
“Tidak boleh ada standar ganda dalam budaya,” tegas Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sánchez, yang sejak Mei 2025 telah menyerukan agar Israel dikeluarkan dari Eurovision.
Pihak Belanda melalui jaringan AVROTROS menyatakan keikutsertaan Israel bertentangan dengan nilai-nilai fundamental organisasi. Penyiar Slovenia, RTVSLO, juga menyatakan langkah tersebut berlawanan dengan prinsip perdamaian dan kesetaraan.
Desakan Larangan Meningkat
Sebelumnya, lebih dari 70 mantan peserta Eurovision telah menandatangani surat terbuka yang meminta Israel dan penyiar nasionalnya, KAN, dilarang dari Eurovision 2025. JJ, pemenang Eurovision 2025, juga melontarkan seruan serupa untuk ajang 2026.
Seruan ini muncul setelah laporan penyelidikan independen PBB yang menyebut tindakan Israel di Gaza sebagai genosida, sebuah klaim yang dibantah keras oleh pemerintah Israel.
Revisi Aturan dan Dukungan Negara Lain
Dalam sidang EBU, anggota juga menyetujui perubahan aturan untuk mencegah campur tangan politik dalam proses pemungutan suara. Sebanyak 65 persen delegasi mendukung aturan baru tersebut, dengan 23 persen menolak dan 10 persen abstain.
Sejumlah negara Nordik seperti Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark, dan Islandia memilih mendukung aturan baru namun tetap berkomitmen untuk mengikuti ajang tersebut. “Penting untuk menjaga kredibilitas EBU dan Eurovision ke depan,” bunyi pernyataan bersama mereka.
Presiden Israel, Isaac Herzog, menyambut keputusan EBU dengan menyatakan bahwa Israel berhak diwakili di panggung internasional. Ia berharap Eurovision tetap menjadi ajang persahabatan budaya antarbangsa.
Sementara itu, BBC dan penyiar Jerman SWR telah mengonfirmasi partisipasi dan kesiapan mereka untuk menyiarkan Eurovision 2026.
Eurovision 2026 Dipastikan Tetap Berjalan
Meskipun gelombang boikot mengemuka, EBU menegaskan bahwa kontes Eurovision 2026 akan tetap berlangsung sesuai jadwal di Wina. Situasi ini diperkirakan akan menjadi salah satu kontroversi terbesar dalam sejarah Eurovision.






