Otomotif

Bob Azam: Pajak 40 Persen Bikin Harga Mobil di Indonesia Mahal, Penjualan Lesu

Advertisement

Harga mobil di Indonesia kerap dianggap mahal, sebuah persepsi yang menurut Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, sangat dipengaruhi oleh tingginya beban pajak. Kondisi ini turut menekan penjualan mobil di Tanah Air yang belum menunjukkan pemulihan signifikan hingga akhir tahun 2025.

Data menunjukkan, hingga bulan kesebelas tahun 2025, penjualan mobil di Indonesia baru mencapai 710 ribu unit. Angka ini jauh di bawah target awal 900 ribu unit yang kemudian direvisi menjadi 780 ribu unit. Padahal, sebelumnya sempat diprediksi penjualan mobil di Indonesia bisa menyentuh angka 2 juta unit.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Bob Azam menyoroti adanya distorsi pasar yang signifikan jika dibandingkan dengan negara tetangga. “Kalau dibandingkan dengan Malaysia yang penduduknya sepertujuh dari Indonesia tapi income perkapita 3 kali lipat dari kita, mestinya market kita ini 2 kali Malaysia. Kalau Malaysia 750 (ribu) atau 780 (ribu), di Indonesia mestinya sudah 1,5 juta. Jadi ada distorsi nih, ya 50 persen,” ujarnya, dikutip dari CNBC Indonesia pada Jumat (26/12/2025).

Menurut Bob, merosotnya angka penjualan mobil ini diduga kuat akibat melemahnya daya beli masyarakat. Selain itu, beban pajak yang sangat besar pada pembelian mobil baru dinilai makin memberatkan konsumen.

Beban Pajak Otomotif Indonesia Capai 40 Persen

Bob Azam menjelaskan bahwa tingginya harga kendaraan di Indonesia tidak lepas dari komponen pajak yang mencapai hampir separuh dari harga jual. “Jadi di industri otomotif Indonesia nih kesannya kan harga kendaraan mahal banget gitu lho, padahal di dalamnya, pajaknya tuh 40 persen. Nah bandingkan dengan negara lain yang pajaknya tidak setinggi kita ya. Kalau di Thailand itu di bawah 30 persen, begitu juga di Malaysia,” terangnya.

Advertisement

Indonesia menerapkan beragam instrumen pajak pada setiap mobil yang keluar dari pabrik. Jenis pajak tersebut meliputi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta pajak daerah seperti Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Rentetan pajak ini secara signifikan memengaruhi harga akhir mobil, bahkan bisa mencapai nyaris separuh dari harga jual, membuat masyarakat enggan membeli mobil baru.

Di sisi lain, pemerintah negara tetangga disebut masih rajin memberikan stimulus untuk meringankan pembelian mobil baru. Oleh karena itu, Bob Azam berharap pemerintah Indonesia juga dapat mempertimbangkan pemberian stimulus berupa insentif guna mendongkrak penjualan mobil di dalam negeri.

“Jadi even pajaknya ada, tapi stimulusnya rajin, kalau di kita nih ya kurang sering. Ini kita harapkan ke depan jadi pertimbangan pemerintah,” pungkas Bob.

Advertisement
Mureks