APDESI Mura Dukung Revisi Masa Jabatan Kades 9 Tahun

oleh
oleh
Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) meminta Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 direvisi.
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Musi Rawas (Mura), Dodi Johan

MUREKS.CO.ID – Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) meminta Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 direvisi. Dalam pasal tersebut semula masa jabatan Kepala Desa enam tahun bisa menjadi sembilan tahun.

Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Musi Rawas (Mura), Dodi Johan pun menyatakan mendukung adanya rencana revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa. Khususnya mengenai masa jabatan Kades dinaikan dari 6 tahun menjadi 9 tahun.

Baca Juga : Keluarga Stunting di Mura Bisa Dapat Bantuan,  Asalkan Masuk DTKS, Begini Caranya

Alasannya karena desa punya filosofi yang berbeda dengan UU Otonomi Daerah.  “Secara kapasitas kami sebagai Kades sangat mendukung, karena desa mempunyai filosopi yang berbeda dengan UU otonomi Daerah,” ungkap Kades Mandi Aur Kecamatan Muara Kelingi Kabupaten Mura ini saat dibincangi, kemarin.

Menurutnya masa jabatan satu periode 6 tahun sangat minim waktunya untuk membangun dan meminimkan konflik pasca Pilkades.

“Untuk mengedepankan kepetingan dan kesejukan serta kemasyalahatan masyarakat desa, karena kami anggap jabatan 6 tahun itu sangat singkat waktunya untuk kami membangun desa serta meminimkan komplik pascah Pilkades,” jelasnya.

Baca Juga : Keluarga Stunting di Mura Bisa Dapat Bantuan,  Asalkan Masuk DTKS, Begini Caranya

Menanggapi terjadi pro-kontra di masyarakat mengenai masa jabatan Kades 9 tahun menurutnya merupakan hal yang lumrah. “Tapi yang terpenting DPR dan Pemerintah mempunyai analisa tersendiri, melalui naska akademik yg telah disampaikan ketua umum APDESI pusat,” ucapnya.

Sementara Pengamat politik Sumsel, Dr Fadhillah Harnawansyah menilai usulan para Kades meminta perpanjangan masa jabatan dari 6 ke 9 tahun, secara sepintas dan administrasi merupakan tindakan diluar kewajaran.

Namun dari perspektif politik dan pemerintahan hal ini masih dapat dibenarkan. Alasannya, pertama bahwa Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang sudah ada sejak jauh sebelum kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Dimana mereka secara spesifik berbeda dengan daerah yang merupakan bentukan pemerintah RI. Kedua bahwa karakter masyarakat desa berbeda dengan masyarakat kota dan kelurahan sehingga  bentuk perlakuan politik dan pemerintahannya berbeda dengan daerah.

Baca Juga : Suami Istri Tewas Ditabrak Innova, Bayinya Kritis, Begini Kronologisnya

Ketiga bahwa Desa harus dijadikan bagian tujuan negara yang dapat memperkuat negara dalam menuju cita-cita bangsa yang mandiri, berdaulat, adil dan Makmur berlandaskan Pancasila dan budaya asli desa tersebut.

Keinginan dan kehendak inilah yang membuat perbedaan desa dan daerah maka lahirlah tuntutan para Kades agar mereka tidak terlalu terjebak dalam rezim Pemilu yang mahal dan rumit.

Sehingga Pilkades seharusnya lebih simpel dan lebih cenderung mengedepankan musyawarah desa saja sehingga tidak terjadi peta komplik antar warga setelah Pilkades terjadi.

“Dan bila pelaksanaan Pilkades 9 tahun sekali, dana untuk Pilkades menjadi lebih ringan dan lebih banyak potensi untuk membangun desa daripada sibuk urusan politik dan pemerintahan,” jelasnya.

Ketika ditanya, jika kades bisa menjabat sampe 3 periode seperti saat ini maka seorang kades biasa berkuasa selama 27 tahun. Apakah tidak terlalu lama seorang berkuasa selama 27 tahun terlepas belum tentu terpilih lagi tapi setidaknya berpeluang berkuasa selama 27 tahun ?

Baca Juga : Heboh Pesan Berantai Oknum Polisi Musi Rawas Ditangkap Kasus Mobil Bodong, Dua Kapolres Kompak Jawab Begini

Menurut Fadil panggilan akrapnya, banyak Kades di masa dulu  menjadi Legenda yang selalu menjadi bapak bagi masyarakat desa sehingga kehidupan desa menjadi lebih guyub dan rukun serta bergotong royong.

“Sekarang sejak menjadi rezim Pilkades saat ini menjadi hilang semuanya. Dengan ini Kades yang legenda akan hadir kalo masa jabatan bisa sampe 3 periode. Namun yang paling penting dalam membangun desa adalah memperkuat masyarakat adat yang lebih dominan bukan hanya pada Kades semata,” paparnya.

Baca Juga : Mantan Plt Kepala Dinas Sosial di Sumsel Ditahan Kasus Penipuan BBM

Fadil menilai, Negara Republik Indonesia dengan sistem Pemilu sekarang hampir bangkrut karena biaya Pemilu yang besar.  “Negara kita dengan rezim pemilu sekarang hampir bangkrut karena biaya Pemilu yang sangat besar. Apakah desa harus kita jadikan kegagalan selanjutnya yang energi mereka habis hanya untuk Pilkades. Ini yang saya tangkap dasar pemikiran mereka dalam seminar nasional 9 tahun UU desa,” sebutnya. (sin)