Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dikenal sebagai destinasi wisata unggulan, menyimpan potensi bahaya tersembunyi. Sejumlah 18 lokasi wisata di wilayah ini telah diidentifikasi rawan longsor. Kondisi ini memerlukan perhatian serius, terutama menjelang periode libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 yang diprediksi akan meningkatkan kunjungan wisatawan.
Sekretaris Dinas Pariwisata (Dispar) DI Yogyakarta, Lis Dwi Rahmawati, menjelaskan bahwa kawasan-kawasan wisata yang rawan longsor tersebut secara historis berada di area dengan potensi bencana tinggi. Pihaknya telah berkoordinasi intensif dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), serta para pengelola destinasi wisata untuk memastikan keamanan pengunjung.
Beberapa area yang memiliki potensi longsor signifikan meliputi kawasan Gunung Merapi, Perbukitan Menoreh, dan Pegunungan Sewu. “Memang 3 wilayah itu sejak dulu rawan bencana. Kami sudah rutin melakukan koordinasi, apalagi di cuaca seperti sekarang. Namun menjelang libur panjang, koordinasi akan kami maksimalkan lagi,” ujar Lis, Senin (8/12/2025).
Daftar 18 Tempat Wisata Rawan Longsor
Berikut adalah daftar 18 tempat wisata di Yogyakarta yang teridentifikasi rawan terjadi tanah longsor:
- Nglinggo–Tritis
- Puncak Widosari
- Puncak Suroloyo
- Sendangsono
- Embung Tonogoro
- Dewi Tinalah
- Dewi Jatimulyo
- Tumpeng Menoreh
- Nglanggeran
- Goa Pindul
- Kalisuci
- Air Terjun Sri Gethuk
- Goa Jomblang
- Dewi Wukirsari
- Mangunan (Becici dan Pengger)
- Imogiri
- HeHa Sky View
- Bukit Bintang
Menyikapi potensi tersebut, Kepala BPBD DI Yogyakarta, Agustinus Ruruh Haryata, menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah antisipatif. Sistem peringatan dini telah dipasang di sejumlah titik rawan bencana. “BPBD DIY telah memasang sistem peringatan dini di beberapa titik rawan, meningkatkan pemantauan lereng, serta memperkuat koordinasi dengan pemerintah kalurahan dan pengelola desa wisata,” tutur dia.
Evaluasi teknis secara berkala terus dilakukan, mencakup analisis kondisi tanah, sistem drainase lereng, hingga stabilitas tebing di jalur-jalur wisata yang berada di kawasan perbukitan. Selain itu, BPBD DI Yogyakarta mengimbau kepada seluruh pengelola wisata untuk membatasi aktivitas pengunjung saat curah hujan tinggi.
Pihaknya juga menekankan pentingnya peran aktif pengelola wisata dalam melaporkan setiap indikasi pergerakan tanah atau peningkatan risiko bencana di lapangan. “Kami mengimbau pengelola wisata untuk membatasi aktivitas saat curah hujan tinggi dan segera berkoordinasi dengan relawan FPRB (Forum Pengurangan Risiko Bencana) apabila ditemukan retakan tanah atau peningkatan risiko di lapangan,” tegas Ruruh.






